BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Pembangunan
pertanian ke depan dihadapkan pada beberapa kendala, diantaranya adalah
alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Usaha pengembangan
pertanian diarahkan pada pemanfaatan lahan marginal seperti lahan pasang surut.
Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dijadikan lahan
pertanian karena sebarannya sangat luas, yaitu diperkirakan sekitar
20,1 juta hektar yang terbentang di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan
dan Papua (Widjaja-Adhi et al., 1992). Pengembangan lahan pasang
surut menjadi lahan pertanian produktif mendukung pelestarian swasembada
pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja,
serta pengembangan agribisnis dan wilayah.
Perkembangan
budidaya Hortikultura di lahan pasang surut semakin meningkat dengan semakin
meluasnya lahan pasang surut yang dibuka untuk areal pertanian.
Budidaya
Hortikultura di lahan pasang surut memerlukan cara yang khas karena
lingkungannya yang berair. Selain itu Hortikultura juga menghendaki lingkungan
tumbuh yang baik dan subur. Di lahan pasang surut, Hortikultura harus ditanam
di atas tembokan agar tidak tergenang air pada saat permukaan air tinggi atau
saat pasang. Sejak jaman dulu, petani mengikuti pola dan sekaligus mempelajari
kondisi alam dan lingkungannya dalam budidaya tanaman Hortikultura di lahan
pasang surut, sehingga menjadi suatu pengetahuan yang khas (kearifan budaya
lokal). Pengetahuan petani tersebut diturunkan ke generasi berikutnya secara
turun temurun, sehingga budidaya Hortikultura di lahan pasang surut terus
berkembang hingga kini.
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami
serta dapat memanfaatkan lahan pasang surut untuk penanaman tanaman
hortikultura.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Lahan
pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar
pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang
surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah.
Sebagian
besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah pasang surut
dan tanah sulfat masam. Kedua jenis tanah ini merupakan ekosistem yang
marginal. Pertanian pasang surut adalah pertanian yang dilakukan pada daerah (biasanya
daerah rendah) yang dipengaruhi oleh permukaan air dalam periode yang cukup
lama (lama surut bisa mencapai 1 siklus tanaman semusim). Misalnya di
pinggiran sungai. pada saat musim hujan pinggiran sungai tertutup dengan air.
sementara di musim kemarau pinggiran sungai bisa ditanami dengan tanaman
semusim (mis : jagung) karena musim kemarau sekitar 3 bulan yang cukup untuk
menanam jagung sampai panen.
Hortikultara
adalah salah satu jenis tanaman yang dibudidayakan manusia. Pengertia hortikultura
adalah tanaman yang awalnya dibudidayakan di kebun atau pekarangan, beraaal
dari bahasa latin hortus (tanaman kebun) dan cultura/colere (budidaya). Keudian
hortikultura digunakan secara lebih luas bukan hanya untuk dudidaya di kebun.
Ada macam atau jenis-jenis tanaman hortikultura yang di bedakan berdasar hasil
produknya.
Jenis
tanaman hornikultura
1. Pomologi/frutikultur
(tanaman buah): manggis, mangga, apel, durian
2. Florikultiran
(tanaman bunga): melati, mawar, krisan, anyelir, begonia, bugenvil, dll.
3. Olerikultura
(tanaman sayuran): tomat, selada, bayam, wortel, kentang
4. Biofarmaka
(tanaman obat): rosela, kunyit, kuis kucong, pegagan, dll.
Pada perkembangannya, tanaman hortikultur
menjadi tanaman budidaya diperkebunan skala besar. Namun intinya tanaman
tersebut layak untuk di budidayakan di kebun pekarangan rumah. Tanaman atau
buahnya bida memberi manfaat langsung kepada orang yang membudidayakan
Misalkan tanaman sayur, walaupun ini adalah
tanaman yang di budidayakan di ladang, namun ketika ditanan di pekarangan
buahnya juga bisa langsung dimanfaatkan, itu adalah prinsip tanaman
hortikultura.
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pengembangan hortikultura (sayur
dan buah-buahan) di lahan pasang surut berkembang dimulai dari upaya masyarakat
lokal setempat yang sehari-harinya hidup di kawasan pasang surut. Masyarakat
setempat di lahan pasang surut tidak mempunyai pilihan lain atau terbatas,
kecuali berupaya memberdayakan lahan pasang surut tersebut sebaik-baiknya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertanam, beternak, menangkap ikan
atau berburu. Secara turun temurun masyarakat lokal setempat membuka
lahan dan menanaminya secara lebih luas seiring bertambahnya jumlah keluarga. Berikut adalah uraian hasil kajian dan penelitian tentang prospek dan
kendala pengembangan teknologi budidaya dan agribisnis hortikultura di
lahan pasang surut meliputi 1). aspek lahan dan lingkungan, 2 aspek
permintaan, 3) aspek produksi dan agribisnis, dan 4) aspek biaya dan
pendapatan.
1. Kajian Aspek Lahan dan
Lingkungan
Lahan rawa dicirikan
oleh genangan karena pengaruh gerakan pasang surut pada rawa pasang surut dan
genangan akibat pengaruh curah hujan dan banjir kiriman dari daerah terestarial
khususnya pada rawa lebak. Oleh karena itu maka pemanfaatan lahan
rawa untuk pengembangan sayuran memerlukan penataan lahan dan pengelolaan air.
Penataan lahan dengan model surjan memberikan peluang bagi pengembangan sayuran
di lahan rawa. Bentuk dan ukuran surjan disesuaikan dengan sifat-sifat
tanah fisik lingkungan seperti tipe luapan, tipologi lahan dan tinggi genangan
pada lahan rawa lebak serta kemampuan petani. Pembuatan surjan dapat secara
bertahap, khususnya apabila dimanfaatkan juga untuk tanaman keras atau
perkebunanan sehingga semakin besar tanaman semakin diperlebar surjannya
(Noor et al., 2006).
Lahan rawa mempunyai
sifat marginal dan rapuh (fragile) yang antara lain mempunyai lapisan pasang
surut dengan berbagai ketebalan. Budidaya sayuran di lahan pasang surut
ini tergantung pada pengelolaan air, tanah dan tanaman sayuran yang
dibudidayakan. Pada lahan pasang surut budidaya sayuran umumnya pada lahan pasang
surut pasang surut tipe C dan D dengan membuat bedengan dan saluran-saluran
kemalir. Pada lahan pasang surut tebal atau pasang surut rawa lebak
sayuran dibudidayakan pada musim kemarau dengan membuat bedengan dan
saluran-saluran kemalir secara sederhana.
Tanaman sayuran
menghendaki pH 6-7 dan ketersediaan hara N, P, dan K yang cukup. Oleh karena
itu pemanfaatan lahan rawa untuk budidaya tanaman pertanian, termasuk sayuran
memerlukan bahan amelioran (seperti kapur atau dolomit, fosfat
alam), pupuk organik dan anorganik. Selain itu pada musim kamarau
diperlukan mulsa penutup muka tanah untuk mempertahankan lengas dan suhu
tanah.
Lingkungan rawa
merupakan lingkungan yang dikenal mempunyai tingkat virulensi tinggi. Hama,
serangga, dan penyakit tanaman cukup tinggi sehingga memerlukan pengelolaan
hama dan penyakit terpadu apalagi tanaman sayuran sangat rentan diserang oleh
organisme pengganggu tanaman. Pemilihan jenis komoditas dan varietas yang
tahan baik terhadap kondisi lahan maupun sebagai siasat menahan serangan hama
dan penyakit tanaman diperlukan untuk menghindari kegagalan dalam usaha tani di
lahan rawa.
2.
Kajian
Aspek Pemintaan
Permintaan sayuran
meningkat seiring dengan kemajuan pengetahuan dan kesadaran, serta perbaikan
sosial ekonomi masyarakat. Menurut Rachman (1997) konsumen dan permintaan
produk sayuran di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain (1) konsumsi
tetap/datar sepanjang tahun, cenderung meningkat singkat pada hari-hari besar
keagamaan, (2) tingkat konsumsi sayuran per kapita (BPS, 1993) pada golongan
pendapatan rendah masih terbatas yaitu 25,8 kg/kapita/tahun, dan (3) terdapat
kecenderungan peningkatan konsumsi dengan meningkatnya pendapatan, (4) pusat
yang potensial bagi pengembangan hortikultura adalah pusat-pusat konsumsi yang
berada di kota-kota besar, dan (5) komditas sayuran yang dikonsumsi
masyarakat bervariasi tergantung pada harga komoditas, ketersedian dan harga
barang lain (sebagai substitusi atau komplementer), tingkat pendapatan, dan
preferensi masyarakat.
Neraca Bahan Makanan
tahun 2002 menunjukkan bahwa sayur-sayuran yang berada di Kalimantan Selatan
hampir seluruhnya berasal dari produksi sendiri kecuali kentang, kubis, wortel,
bawang daun, bawang merah dan bawang putih yang didatangkan (impor) dari
propinsi lain. Sayur-sayuran yang produksinya terbesar adalah kacang panjang
3,863 ton, cabe 3,357 ton, dan terong 3,097 ton. Impor sayuran pada tahun 2001
mencapai 6.80 ton, yang terdiri dari bawang merah sebanyak 2.503 ton, bawang
putih 1,181 ton, kentang 549 ton, kubis/ kol 1.149 ton, wortel 400 ton, cabe
1.002 ton, dan bawang daun 18 ton. Ketersediaan sayur-sayuran di Kalimantan
Selatan sebanyak 37.043 ton atau 11,65 kg per kapita per tahun. Sedangkan
rata-rata ketersediaan per jenis sayuran adalah 0,69 kg. Hanya kacang panjang
dan cabe yang lebih dari 1 kg per kapita per tahun, sedang sayuran lainnya
masih < 1 kg per kapita per tahun (BPS Kalimantan Selatan, 2003).
Keadaan ini menunjukkan peluang usahatani sayuran masih besar, terutama
untuk jenis-jenis sayuran yang masih diimpor tersebut yang sebagian besar dapat
diusahakan di lahan rawa. Apalagi dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
pendapatan masyarakat maka permintaan terhadap sayuran dapat semakin meningkat
sehingga diharapkan dengan meningkatkan jumlah konsumen dan pendapatan dapat
merangsang pasar sayur dalam negeri (Rachman, 1997). Menurut FAO selama
tiga tahun (1999-2001) tingkat konsumsi masyarakat terhadap sayur
mengalami turun naik misalnya pada tahun 1999 sebesar 31,33 kg/kapita/tahun,
pada tahun 2000 menjadi 29,39 kg/kapita/tahun, dan tahun 2001 menjadi 29,70
kg/kapita/tahun.
3.
Kajian
Aspek Produksi dan Agribisnis
Potensi pengembangan
sayuran masih terbuka luas dari segi lahan, teknologi budidaya, pasca panen dan
pengolahan. Terkait dengan sifat dan watak lahan rawa maka produksi
sayuran di lahan rawa sangat tergantung pada keberhasilan dalam
pengelolaan air, tanah dan tanamannya sebagaimana diuraikan pada bab di atas.
Luas lahan rawa yang
berpotensi untuk pengembangan pertanian diperkirakan antara 9-10 juta hektar,
sedangkan yang dibuka baru sekitar 5 juta hektar dan yang dapat dimanfaatkan
baru sekitar 2 juta hektar. Sementara kebanyakan lahan rawa dimanfaatkan
untuk budidaya pertanian tanaman pangan (padi), dan secara terbatas untuk
tanaman sayuran. Secara keseluruhan tersedia lahan untuk pengembangan
hortikultura/sayuran mencakup pekarangan 5,55 juta hektar, tegalan/huma 11,61
juta hektar, lahan tidak diusahakan 7,68 juta hektar, dan lahan untuk
kayu-kayuan seluas 9,13 juta hektar (Ditjen Bina Produksi Hortikultura,
2001). Hasil penelitian di lahan rawa pasang surut dan rawa lebak
menunjukkan bahwa lahan rawa dapat menghasilkan sayuran dengan
produktivitas cukup tinggi apabila dikelola dengan baik (Tabel 2).
Pangsa produksi sayuran
di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 8,2 milyun ton.
Sekitar 56% (4,6 milyun ton) merupakam hasil produksi komersial dan
sisanya 44% (3,7 milyun ton) hasil produksi rakyat/tidak bersifat
komersial. Produksi sayuran komersial bertambah kira-kira 7,0% per tahun dan
hasil produksi keseluruhan diperkirakan .mencapai 9,0 milyun ton pada tahun
2005. Permintaan sayuran tahunan dari produksi komersial
diperkirakan meningkat 7% masing-masing 2% dari akibat pertambahan jumlah
penduduk, 3,5% dari akibat peningkatnya pendapatan dan 1,5% dari akibat
urbanisasi perkotaan. Permintaan sayuran yang bertambah ini menuntut pentingnya
penambahan produksi (Subhan, 2005).
4.
Kajian
Aspek Biaya dan Pendapatan
Biaya dan pendapatan
petani dalam budidaya sayuran di lahan rawa sangat beragam, tergantung
pada teknologi budidaya dan pengelolaan tanah, air dan tanamannya. Pemilihan
komoditas untuk mendapatkan nilai pendapatan yang memadai perlu diarahkan pada
multikomoditas atau diversifikasi usaha tani. Komoditas unggulan karena nilai
ekonomis yang tinggi merupakan pilihan yang utama. Pengembangan lahan
rawa yang hanya menitik beratkan pada komoditas pangan (misalnya padi saja)
tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani mengingat nilai tukar padi
masih rendah sementara biaya usahatani meningkat terus. Diversifikasi dengan
memasukan komoditas sayuran dalam sistem usaha tani terpadu di lahan rawa
memberi peluang tambahan pendpatan bagi petani.
Sayuran merupakan
komoditas yang dapat diusahakan pada semua jenis tipologi lahan rawa, kecuali
pada tipologi lahan rawa lebak dalam. Pola usahatani sayuran di lahan
rawa sangat beragam tergantung dengan tipologi lahan dan tipe
luapan pasang. Pada lahan pasang surut tipe B, tomat dan cabai merupakan
tanaman yang paling berpotensial setelah nenas. Pada lahan rawa lebak
dangkal cabai memperlihatkan efisiensi tertinggi (R/C = 3,70) dan lebih
kompetitif dibandingkan dengan padi unggul. Sedangkan pada lebak tengahan
labu kuning paling efisien (R/C = 4,40) dan lebih kompetitif dibandingkan
dengan sayuran lainnya terhadap padi unggul. Pada lahan pasang surut
bawang daun lebih efisien dibandingkan dengan sayuran lainnya (R/C = 3,36)
Usahatani sayuran di lahan pasang surut memberikan kontribusi yang
tertinggi (83 %) terhadap total pendapatan petani pertahun dibandingkan dengan
usahatani sayuran di lahan sulfat masam (0,34 %) dan lahan lebak dangkal (8,64
%) serta lebak tengahan (32,13 %) (Noorginayuwati dan Rina, 2006).
Peluang perkembangan
usahatani sayuran di lahan rawa ini ke depan perlu mendapat perhatian
sebagai alternatif atau pengganti lahan subur di Jawa yang terus
mengalami alih fungsi.
Keuntungan
yang sangat besar dari pertanaman jeruk menjadikannya daya tarik untuk
mengusahakannya walaupun selalu dibayangi oleh resiko kematian tanaman karena
hama dan penyakit serta kualitas buah jeruk yang belum optimal yaitu rasa yang
masam maupun ukuran yang belum seragam.
Oleh karena
itu perlu adanya penguasaan dan penerapan teknologi budidaya jeruk secara utuh
dan menyeluruh dalam hal pemeliharaan khususnya pemupukan, pengendalian OPT dan
pemangkasan sehingga tingkat produksi dan produktivitas tanaman menjadi lebih
maksimal.
Untuk
meningkatkan kualitas buah jeruk agar rasa menjadi lebih manis dan segar dengan
buah berukuran seragam diperlukan pemupukan secara tepat waktu dan tepat dosis,
di samping melakukan penjarangan buah.
1.
Penyiapan
Lahan
a. Kegiatan ini
berupa pembersihan lahan dari semak, belukar, gulam serta tunggul kayu;
b. Pengukuran
jarak tanam 5 x 10 m dan diberi tanda dengan ajir;
c. Buat sorjan
ukuran 1,5 m x 1 m x 0,7 m;
d. Buat
tukungan 1 m x 1 m x 0,2 m;
e. Buat lubang
tanam di tukungan dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 20 cm;
f.
Biarkan lubang tanam selama 2 minggu;
g. Tanah dari
lubang tanam dibagi 2 untuk lapisan atas diletakkan pada sisi kanan lubang
tanam dan untuk lapisan bawah di sebelah kirinya.
2.
Pupuk Dasar
dan Pengapuran
a. Campurkan
pupuk organik/kandang dan kapur dengan perbandingan 1:1;
b. Aduk 20 kg
campuran tersebut dengan tanah pada lubang tanam;
c. Hasil
campuran dibagi dua, satu bagian untuk tanah lapisan atas dan satu bagian lagi
untuk tanah lapisan bawah;
d. Biarkan
campuran selama 2 minggu.
BAB
IV
PENUTUP
PENUTUP
Peluang
pengembangan dan agribisnis sayuran di lahan rawa terbuka luas baik dari segi
aspek lahan dan lingkungan serta teknologi produksi. Permintaan sayuran
terus meningkat sehingga peningkatan produksi diperlukan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan menekan semakin gencarnya impor.
Peningkatan
produksi dan pengembangan agrbisnis sayuran di lahan rawa memerlukan perangkat
kelembagaan pemasaran dan keuangan yang sementara ini masih belum tersedia.
Penguatan kelembagaan di tingkat petani diperlukan untuk meningkatkan daya
tawar dan pembagian keuntungan yang selama ini lebih banyak jatuh ke tangan
pedagang. Struktur agribisnis hortikultura (termasuk sayuran) perlu
dikembagkan ke arah terpadu (integrated) sehingga lebih efisien dan menguntungkan
Peluang
perkembangan usaha tani sayuran di lahan rawa ini perlu mendapat perhatian
sebagai alternatif untuk mengimbangi kemerosotan yang di alami
Pulau Jawa yang selama ini sebagai pemasok utama sayuran secara nasional.
Untuk
mengindari kekurangan buah-buahan dan sayur-sayuran maka penulis mengajak
kepada semua pembaca untuk mengantisipasi semua itu dengan cara membudidayakan
tanaman horikultura dilahan pasang surut. Dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran kepada
semua pihak guna kesempurnaan makalah ini kedepannya. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat membantu bagi yang membutuhkannya.
Sekian dan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Susilawati A & Nursyamsi D. 2013. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA).
Sistem Surjan, Kearifan
Budaya Lokal pada Budidaya Jeruk Padi Sawah di Lahan
Rismu. Pengertian Lahan Pasang surut.https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=
blogspot.com/2011/04/lahan-pasang
surut-dan-lahan-pasang-surut.html
Mancing. 2012. Jenis-Jenis Tanaman
Hortikultura. http://mancinginfo.blogspot.