Menu Blog

Kamis, 25 Desember 2014

Budidaya Tanaman Hortikultura Dilahan Pasang Surut



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pembangunan pertanian ke depan dihadapkan pada beberapa kendala, diantaranya adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Usaha pengembangan pertanian diarahkan pada pemanfaatan lahan marginal seperti lahan pasang surut. Lahan pasang surut mempunyai potensi cukup besar untuk dijadikan lahan pertanian karena sebarannya sangat luas, yaitu diperkirakan sekitar 20,1 juta hektar yang terbentang di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Papua (Widjaja-Adhi et al., 1992). Pengembangan lahan pasang surut menjadi lahan pertanian produktif mendukung pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah.
Perkembangan budidaya Hortikultura di lahan pasang surut semakin meningkat dengan semakin meluasnya lahan pasang surut yang dibuka untuk areal pertanian. 
Budidaya Hortikultura di lahan pasang surut memerlukan cara yang khas karena lingkungannya yang berair. Selain itu Hortikultura juga menghendaki lingkungan tumbuh yang baik dan subur. Di lahan pasang surut, Hortikultura harus ditanam di atas tembokan agar tidak tergenang air pada saat permukaan air tinggi atau saat pasang. Sejak jaman dulu, petani mengikuti pola dan sekaligus mempelajari kondisi alam dan lingkungannya dalam budidaya tanaman Hortikultura di lahan pasang surut, sehingga menjadi suatu pengetahuan yang khas (kearifan budaya lokal). Pengetahuan petani tersebut diturunkan ke generasi berikutnya secara turun temurun, sehingga budidaya Hortikultura di lahan pasang surut terus berkembang hingga kini.

B.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami serta dapat memanfaatkan lahan pasang surut untuk penanaman tanaman hortikultura.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah.
Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah pasang surut dan tanah sulfat masam. Kedua jenis tanah ini merupakan ekosistem yang marginal. Pertanian pasang surut adalah pertanian yang dilakukan pada daerah (biasanya daerah rendah) yang dipengaruhi oleh permukaan air dalam periode yang cukup lama (lama surut bisa mencapai 1 siklus tanaman semusim). Misalnya di pinggiran sungai. pada saat musim hujan pinggiran sungai tertutup dengan air. sementara di musim kemarau pinggiran sungai bisa ditanami dengan tanaman semusim (mis : jagung) karena musim kemarau sekitar 3 bulan yang cukup untuk menanam jagung sampai panen.

B.    Pengertian Hortikultura
Hortikultara adalah salah satu jenis tanaman yang dibudidayakan manusia. Pengertia hortikultura adalah tanaman yang awalnya dibudidayakan di kebun atau pekarangan, beraaal dari bahasa latin hortus (tanaman kebun) dan cultura/colere (budidaya). Keudian hortikultura digunakan secara lebih luas bukan hanya untuk dudidaya di kebun. Ada macam atau jenis-jenis tanaman hortikultura yang di bedakan berdasar hasil produknya.
Jenis tanaman hornikultura
1.      Pomologi/frutikultur (tanaman buah): manggis, mangga, apel, durian
2.      Florikultiran (tanaman bunga): melati, mawar, krisan, anyelir, begonia, bugenvil, dll.
3.      Olerikultura (tanaman sayuran): tomat, selada, bayam, wortel, kentang
4.      Biofarmaka (tanaman obat): rosela, kunyit, kuis kucong, pegagan, dll.
Pada perkembangannya, tanaman hortikultur menjadi tanaman budidaya diperkebunan skala besar. Namun intinya tanaman tersebut layak untuk di budidayakan di kebun pekarangan rumah. Tanaman atau buahnya bida memberi manfaat langsung kepada orang yang membudidayakan
Misalkan tanaman sayur, walaupun ini adalah tanaman yang di budidayakan di ladang, namun ketika ditanan di pekarangan buahnya juga bisa langsung dimanfaatkan, itu adalah prinsip tanaman hortikultura.

BAB III
PEMBAHASAN

A.   Prospek dan Kendala  Pengembangan Hortiklultura di Lahan Pasang Surut
Pengembangan hortikultura (sayur dan buah-buahan) di lahan pasang surut berkembang dimulai dari upaya masyarakat lokal setempat yang sehari-harinya hidup di kawasan pasang surut. Masyarakat setempat di lahan pasang surut tidak mempunyai pilihan lain atau terbatas, kecuali berupaya memberdayakan lahan pasang surut tersebut sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertanam,  beternak, menangkap ikan atau berburu. Secara turun temurun masyarakat lokal setempat  membuka lahan dan menanaminya secara lebih luas seiring bertambahnya jumlah keluarga. Berikut adalah uraian hasil kajian dan penelitian tentang prospek dan kendala  pengembangan teknologi budidaya dan agribisnis hortikultura di lahan pasang surut meliputi  1). aspek lahan dan lingkungan, 2 aspek permintaan, 3) aspek produksi dan agribisnis, dan 4) aspek biaya dan pendapatan.

1.    Kajian Aspek Lahan dan Lingkungan
Lahan rawa dicirikan oleh genangan karena pengaruh gerakan pasang surut pada rawa pasang surut dan genangan akibat pengaruh curah hujan dan banjir kiriman dari daerah terestarial  khususnya pada rawa lebak.  Oleh karena itu maka pemanfaatan lahan rawa untuk pengembangan sayuran memerlukan penataan lahan dan pengelolaan air. Penataan lahan dengan model surjan memberikan peluang bagi pengembangan sayuran di lahan rawa.  Bentuk dan ukuran surjan disesuaikan dengan sifat-sifat tanah fisik lingkungan seperti tipe luapan, tipologi lahan dan tinggi genangan pada lahan rawa lebak serta kemampuan petani. Pembuatan surjan dapat secara bertahap, khususnya apabila dimanfaatkan juga untuk tanaman keras atau perkebunanan sehingga semakin besar tanaman semakin diperlebar surjannya  (Noor et al., 2006).
Lahan rawa mempunyai sifat marginal dan rapuh (fragile) yang antara lain mempunyai lapisan pasang surut dengan berbagai ketebalan.  Budidaya sayuran di lahan pasang surut ini tergantung pada pengelolaan air, tanah dan tanaman sayuran yang dibudidayakan. Pada lahan pasang surut budidaya sayuran umumnya pada lahan pasang surut pasang surut tipe C dan D dengan membuat bedengan dan saluran-saluran kemalir.  Pada lahan pasang surut tebal atau pasang surut rawa lebak sayuran dibudidayakan pada musim kemarau dengan membuat bedengan dan saluran-saluran kemalir secara sederhana.  
Tanaman sayuran menghendaki pH 6-7 dan ketersediaan hara N, P, dan K yang cukup. Oleh karena itu pemanfaatan lahan rawa untuk budidaya tanaman pertanian, termasuk sayuran memerlukan bahan amelioran (seperti kapur atau dolomit,  fosfat alam),  pupuk organik dan anorganik. Selain itu pada musim kamarau diperlukan mulsa penutup muka tanah untuk mempertahankan lengas dan suhu  tanah. 
Lingkungan rawa merupakan lingkungan yang dikenal mempunyai tingkat virulensi tinggi. Hama, serangga, dan penyakit tanaman cukup tinggi sehingga memerlukan pengelolaan hama dan penyakit terpadu apalagi tanaman sayuran sangat rentan diserang oleh organisme pengganggu tanaman.  Pemilihan jenis komoditas dan varietas yang tahan baik terhadap kondisi lahan maupun sebagai siasat menahan serangan hama dan penyakit tanaman diperlukan untuk menghindari kegagalan dalam usaha tani di lahan rawa.

2.    Kajian Aspek Pemintaan
Permintaan sayuran meningkat seiring dengan kemajuan pengetahuan dan kesadaran, serta perbaikan sosial ekonomi masyarakat.  Menurut Rachman (1997) konsumen dan permintaan produk sayuran di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain  (1) konsumsi tetap/datar sepanjang tahun, cenderung meningkat singkat pada hari-hari besar keagamaan, (2) tingkat konsumsi sayuran per kapita (BPS, 1993) pada golongan pendapatan rendah masih terbatas yaitu 25,8 kg/kapita/tahun, dan (3) terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi dengan meningkatnya pendapatan, (4) pusat yang potensial bagi pengembangan hortikultura adalah pusat-pusat konsumsi yang berada di kota-kota besar, dan (5) komditas sayuran yang dikonsumsi  masyarakat bervariasi tergantung pada harga komoditas, ketersedian dan harga barang lain (sebagai substitusi atau komplementer), tingkat pendapatan, dan preferensi masyarakat. 
Neraca Bahan Makanan tahun 2002 menunjukkan bahwa sayur-sayuran yang berada di Kalimantan Selatan hampir seluruhnya berasal dari produksi sendiri kecuali kentang, kubis, wortel, bawang daun, bawang merah dan bawang putih yang didatangkan (impor) dari propinsi lain. Sayur-sayuran yang produksinya terbesar adalah kacang panjang 3,863 ton, cabe 3,357 ton, dan terong 3,097 ton. Impor sayuran pada tahun 2001 mencapai 6.80 ton, yang terdiri dari bawang merah sebanyak 2.503 ton, bawang putih 1,181 ton, kentang 549 ton, kubis/ kol 1.149 ton, wortel 400 ton, cabe 1.002 ton, dan bawang daun 18 ton. Ketersediaan sayur-sayuran di Kalimantan Selatan  sebanyak 37.043 ton atau 11,65 kg per kapita per tahun. Sedangkan rata-rata ketersediaan per jenis sayuran adalah 0,69 kg. Hanya kacang panjang dan cabe yang lebih dari 1 kg per kapita per tahun, sedang sayuran lainnya masih < 1 kg per kapita per tahun (BPS Kalimantan Selatan, 2003).  Keadaan ini menunjukkan peluang usahatani sayuran masih besar, terutama untuk jenis-jenis sayuran yang masih diimpor tersebut yang sebagian besar dapat diusahakan di lahan rawa. Apalagi dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat maka permintaan terhadap sayuran dapat semakin meningkat sehingga diharapkan dengan meningkatkan jumlah konsumen dan pendapatan dapat merangsang pasar sayur dalam negeri (Rachman, 1997). Menurut  FAO selama tiga tahun  (1999-2001) tingkat konsumsi masyarakat terhadap sayur mengalami turun naik misalnya pada tahun 1999 sebesar 31,33 kg/kapita/tahun, pada tahun 2000 menjadi 29,39 kg/kapita/tahun, dan tahun 2001 menjadi 29,70 kg/kapita/tahun.  

3.    Kajian Aspek Produksi dan Agribisnis
Potensi pengembangan sayuran masih terbuka luas dari segi lahan, teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahan.  Terkait dengan sifat dan watak lahan rawa maka produksi  sayuran di lahan rawa sangat tergantung pada keberhasilan dalam pengelolaan air, tanah dan tanamannya sebagaimana diuraikan pada bab di atas.
Luas lahan rawa yang berpotensi untuk pengembangan pertanian diperkirakan antara 9-10 juta hektar, sedangkan yang dibuka baru sekitar 5 juta hektar dan yang dapat dimanfaatkan baru sekitar 2 juta hektar.  Sementara kebanyakan lahan rawa dimanfaatkan untuk budidaya pertanian tanaman pangan (padi), dan secara terbatas untuk tanaman sayuran. Secara keseluruhan tersedia lahan untuk pengembangan hortikultura/sayuran mencakup pekarangan 5,55 juta hektar, tegalan/huma 11,61 juta hektar, lahan tidak diusahakan 7,68 juta hektar, dan lahan untuk kayu-kayuan seluas 9,13 juta hektar (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2001).  Hasil penelitian di lahan rawa pasang surut dan rawa lebak menunjukkan bahwa lahan rawa dapat menghasilkan  sayuran dengan produktivitas cukup tinggi apabila dikelola dengan baik (Tabel 2).
Pangsa produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan sekitar 8,2 milyun ton.  Sekitar  56% (4,6 milyun ton) merupakam hasil produksi komersial dan sisanya 44% (3,7 milyun ton) hasil  produksi  rakyat/tidak bersifat komersial. Produksi sayuran komersial bertambah kira-kira 7,0% per tahun dan hasil produksi keseluruhan diperkirakan .mencapai 9,0 milyun ton pada tahun 2005.  Permintaan sayuran tahunan  dari produksi komersial diperkirakan meningkat 7% masing-masing 2% dari akibat pertambahan jumlah penduduk, 3,5% dari akibat peningkatnya pendapatan dan 1,5% dari akibat urbanisasi perkotaan. Permintaan sayuran yang bertambah ini menuntut pentingnya penambahan produksi (Subhan, 2005).

4.    Kajian Aspek Biaya dan Pendapatan
Biaya dan pendapatan petani dalam budidaya  sayuran di lahan rawa sangat beragam, tergantung pada teknologi budidaya dan pengelolaan tanah, air dan tanamannya. Pemilihan komoditas untuk mendapatkan nilai pendapatan yang memadai perlu diarahkan pada multikomoditas atau diversifikasi usaha tani. Komoditas unggulan karena nilai ekonomis yang tinggi merupakan pilihan yang utama.  Pengembangan lahan rawa yang hanya menitik beratkan pada komoditas pangan (misalnya padi saja) tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani mengingat nilai tukar padi masih rendah sementara biaya usahatani meningkat terus. Diversifikasi dengan memasukan komoditas sayuran dalam sistem usaha tani terpadu di lahan rawa memberi peluang tambahan pendpatan bagi petani.
Sayuran merupakan komoditas yang dapat diusahakan pada semua jenis tipologi lahan rawa, kecuali pada tipologi lahan rawa lebak dalam. Pola usahatani sayuran di lahan rawa  sangat beragam tergantung  dengan tipologi lahan dan tipe luapan pasang. Pada lahan pasang surut tipe B, tomat dan cabai merupakan tanaman yang paling berpotensial setelah nenas.  Pada lahan rawa lebak dangkal cabai memperlihatkan efisiensi tertinggi (R/C = 3,70) dan lebih kompetitif dibandingkan dengan padi unggul.  Sedangkan pada lebak tengahan labu kuning paling efisien (R/C = 4,40) dan lebih kompetitif dibandingkan dengan sayuran lainnya terhadap padi unggul.  Pada lahan pasang surut bawang daun lebih efisien dibandingkan dengan sayuran lainnya (R/C = 3,36)  Usahatani sayuran di lahan pasang surut memberikan kontribusi yang tertinggi (83 %) terhadap total pendapatan petani pertahun dibandingkan dengan usahatani sayuran di lahan sulfat masam (0,34 %) dan lahan lebak dangkal (8,64 %) serta lebak tengahan (32,13 %) (Noorginayuwati dan Rina, 2006). 
Peluang perkembangan usahatani sayuran di lahan rawa ini ke depan perlu mendapat perhatian sebagai  alternatif atau pengganti lahan subur di Jawa yang terus mengalami alih fungsi.

B.    Budidaya Tanaman Jeruk di Lahan Pasang Surut
Keuntungan yang sangat besar dari pertanaman jeruk menjadikannya daya tarik untuk mengusahakannya walaupun selalu dibayangi oleh resiko kematian tanaman karena hama dan penyakit serta kualitas buah jeruk yang belum optimal yaitu rasa yang masam maupun ukuran yang belum seragam.
Oleh karena itu perlu adanya penguasaan dan penerapan teknologi budidaya jeruk secara utuh dan menyeluruh dalam hal pemeliharaan khususnya pemupukan, pengendalian OPT dan pemangkasan sehingga tingkat produksi dan produktivitas tanaman menjadi lebih maksimal.
Untuk meningkatkan kualitas buah jeruk agar rasa menjadi lebih manis dan segar dengan buah berukuran seragam diperlukan pemupukan secara tepat waktu dan tepat dosis, di samping melakukan penjarangan buah.
1.    Penyiapan Lahan
a.       Kegiatan ini berupa pembersihan lahan dari semak, belukar, gulam serta tunggul kayu;
b.       Pengukuran jarak tanam 5 x 10 m dan diberi tanda dengan ajir;
c.       Buat sorjan ukuran 1,5 m x 1 m x 0,7 m;
d.       Buat tukungan 1 m x 1 m x 0,2 m;
e.       Buat lubang tanam di tukungan dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 20 cm;
f.        Biarkan lubang tanam selama 2 minggu;
g.       Tanah dari lubang tanam dibagi 2 untuk lapisan atas diletakkan pada sisi kanan lubang tanam dan untuk lapisan bawah di sebelah kirinya.

2.    Pupuk Dasar dan Pengapuran
a.       Campurkan pupuk organik/kandang dan kapur dengan perbandingan 1:1;
b.       Aduk 20 kg campuran tersebut dengan tanah pada lubang tanam;
c.       Hasil campuran dibagi dua, satu bagian untuk tanah lapisan atas dan satu bagian lagi untuk tanah lapisan bawah;
d.       Biarkan campuran selama 2 minggu.

BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Peluang pengembangan dan agribisnis sayuran di lahan rawa terbuka luas baik dari segi aspek lahan dan lingkungan serta teknologi produksi.  Permintaan sayuran terus meningkat sehingga peningkatan produksi diperlukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menekan semakin gencarnya impor.
Peningkatan produksi dan pengembangan agrbisnis sayuran di lahan rawa memerlukan perangkat kelembagaan pemasaran dan keuangan yang sementara ini masih belum tersedia. Penguatan kelembagaan di tingkat petani diperlukan untuk meningkatkan daya tawar dan pembagian keuntungan yang selama ini lebih banyak jatuh ke tangan pedagang.  Struktur agribisnis hortikultura (termasuk sayuran)  perlu dikembagkan ke arah terpadu (integrated) sehingga lebih efisien dan menguntungkan
Peluang perkembangan usaha tani sayuran di lahan rawa ini perlu mendapat perhatian sebagai  alternatif  untuk mengimbangi kemerosotan yang di alami Pulau Jawa yang selama ini sebagai pemasok utama sayuran secara nasional.

B.    Saran
Untuk mengindari kekurangan buah-buahan dan sayur-sayuran maka penulis mengajak kepada semua pembaca untuk mengantisipasi semua itu dengan cara membudidayakan tanaman horikultura dilahan pasang surut. Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran kepada semua pihak guna kesempurnaan makalah ini kedepannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat membantu bagi yang membutuhkannya. Sekian dan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Susilawati A & Nursyamsi D. 2013. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA).
Sistem Surjan, Kearifan Budaya Lokal pada Budidaya Jeruk  Padi Sawah di Lahan
Rismu. Pengertian Lahan Pasang surut.https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=
Ichriani I. 2011. Lahan Pasang surut dan Lahan Pasang Surut. http://iryaichriani.
blogspot.com/2011/04/lahan-pasang surut-dan-lahan-pasang-surut.html
Mancing. 2012. Jenis-Jenis Tanaman Hortikultura. http://mancinginfo.blogspot.

Noor. M. 2012. Pengembangan Hortikultura di Lahan Pasang surut

http://muhammadnoor 20. blogspot.com/2012/12/pengembangan-sayuran-

di-lahan-rawa_31.html

Budidaya Tanaman Padi Sistem Legowo

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar BelakangTop of Form
Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas gabah nasional. Sejauhamana tanaman padi hibrida itu dapat dikenal oleh petani berikut penjelasan singkat mengenai teknis budidaya tanaman padi hibrida.
Keunggulan Tanaman Padi Hibrida
1.      Hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida;
2.      Vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma; Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi;
3.      Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tingg
Kelemahan Tanaman Padi Hibrida
1.      Harga benih yang mahal;
2.      Petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya;
3.      Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja;
4.      Produksi benih rumit;
5.      Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pengertian – Pengertian
Proses bertani atau budidaya pertanian dalam hal tanam padi menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan negara Indonesia, bagai mana tidak.. beras menjadi salahsatu produk yang sangat penting, ini dikarenakan beras menjadi produk yang termasuk pada Sembilan bahan pokok.
Banyak hal yang mempengaruhi proses meningkatnya produksi padi, mulai dari penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat sasaran, pengairan yang tepat, pengendalian hama penyakit, dan lain sebagainya. Pada saat ini ada cara yang bisa di tempuh oleh petani dalam proses meningkatkan produksi padi salah satu yang bisa di pilih yaitu dengan Cara Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo
Legowo” di ambil dari bahasa jawa yang berasal dari kata “Lego” yang berarti Luas dan “Dowo” yang berarti panjang. Tujuan utama dari Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo yaitu meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan memanipulasi lokasi dari tanaman yang seolah-olah tanaman padi berada di pinggir (tanaman pinggir) atau seolah-olah tanaman lebih banyak berada di pinggir.
Yang berdasarkan pengalaman, tanaman padi yang berada di pinggir akan menghasilkan produksi padi lebih tinggi dan kualitas dari gabah yang lebih baik, ini dikarenakan tanaman padi di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Itulah sebabnya sistem jajar legowo menjadi salah satu pilihan dalam proses meningkatkan produksi gabah.

B.    Tipe Sistem Jajar Legowo
1.    Jajar Legowo 2:1 – Setiap dua baris diselingi satu baris yang kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan pada jarak tanam dalam baris yang memanjang di perpendek menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya.
2.    Jajar Legowo 3:1 – Setiap tiga baris tanaman padi di selingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya
3.    Jajar Legowo 4:1 – setiap empat baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya.
Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo maka dapat dilihat peningkatan popolasi dari tanaman padi yang ditanam, secara umum rumus peningkatan jumlah populasi tanaman padi dapat dilihat dengan rumus 100% X  1 : ( 1 + jumlah legowo)
Sebagai Contoh,
a.       Jika Legowo 2:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X 1 : (1 + 2) = 33,3%
b.       Jika Legowo 3:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 3) = 25 %
c.       Jika Legowo 4:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 4) = 20 %
d.       Jika Legowo 5:1 maka peningkatan populasinya yaitu 100%  X  1 : (1 + 5) = 16,7%


BAB III
PEMBAHASAN

A.   Tahapan Budidaya Tanaman  Padi Sistem Legowo
1.    Benih dan Persemaian
Benih padi hibrida hanya dapat digunakan untuk satu kali tanam saja. Artinya, setiap kali mau menanam, petani harus menggunakan benih yang baru dan bersertifikat. Penggunaan benihnya berkisar  antara 15 - 20 kg / ha.
Persemaian dilakukan dengan menggunakan sistem basah, dimana  lahan diolah dalam kondisi macak-macak, kemudian dibuat bedengan selebar 1 – 1,25 meter  dan ditinggikan setinggi 5 cm. Lahan persemaian harus sudah siap, paling lambat sehari sebelum sebar benih. Untuk setiap 1 kg benih dibutuhkan lahan persemaian seluas 20 m2 atau 300 - 400 m2 untuk penanaman seluas satu ha. Selanjutnya benih direndam selama 12 – 24 jam, kemudian ditiriskan di tempat yang aman hingga berkecambah 1 mm. Kemudian benih disebar merata dengan kepadatan 1 kg benih per 20 m2 lahan atau setara dengan kepadatan sebar 50 - 75 gr/m2. Sehari sebelum sebar, persemaian dipupuk SP 36 sebanyak 5 gr/m2 dan KCI 5 gr/m2. Setelah persemaian umur 10 hari, tambahkan pupuk Urea 10 gr/m2 luas persemaian.
Sehari setelah sebar hingga hari ke tujuh, masukkan air pada pagi hari hingga ketinggian 5 cm dan keluarkan air pada sore hari. Kemudian pada hari ke delapan dan seterusnya, ketinggian air di jaga 2 - 5 cm. Setelah bibit umur 15-18 hari setelah sebar atau setelah berhelai daun 5 - 6 helai, bibit dipindah tanaman di lahan penanaman. Secara periodik dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan adanya organisme pengganggu tanaman (OPT).
2.    Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan merupakan tempat yang baik untuk tanaman,sehingga pengolahan tanah sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Lahan sawah disiapkan paling lambat 15 hari sebelum tanam. Pengolahan tanah dilakukan 2 - 3 kali.
a.       Pengolahan I, tanah diolah/dibajak dalam keadaan macak-macak. Pengolahan tanah dengan bajak singkal (kedalaman 10 cm-20 cm), sebelumnya tanah digenang air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah. Galengan dibersihkan dengan cangkul dan dipopok dengan tanah agar air dan unsur hara pada petakan tidak hilang melalui rembesan Setelah tanah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air.
b.       Pengolahan II, tanah diolah/dibajak dan digaru untuk melumpurkan dan meratakan lahan agar siap ditanami bibit padi.
c.       Pengolahan tanah terakhir (III), diberikan pupuk kandang atau pupuk kompos jerami.

3.    Penanaman dan Penyulaman Penanaman
Penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 15-18 hari setelah sebar, atau bibit telah berdaun 5-6 helai, dengan sistem tanam pindah (transplanting). Bila menggunakan sistem tanam tegel dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm ,untuk lahan kurang subur  atau 23 cm x 23 cm dan 25 cm x 25 cm ,untuk lahan subur. Dapat juga penanaman menggunakan sistem tanam jajar legowo (20 cm x 12,5 cm) x 40 cm (untuk lahan kurang subur) atau (20 cm x 15 cm) x 40 cm (untuk lahan subur).
Tanamlah bibit dengan menggunakan sistem tanam dangkal dengan pada kedalaman 1 – 2  cm, dengan jumlah bibit yang ditanam 1 - 2  batang per lubang atau paling banyak 2 bibit tanam per lubang tanam. Untuk mendapatkan populasi maksimal, setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh/mati dengan bibit yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Penyulaman dilakukan maksimum satu minggu setelah tanam untuk mempertahankan populasi yang optimal.
Tabel. Populasi tanaman padi dalam tiap hektar pada berbagai cara tanam
No
Cara Tanam
Populasi Tiap Ha
% Terhadap Populasi Cara Tanam Tegel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tegel 20 cm x 20 cm
Tegel 22 cm x 22 cm
Tegel 25 cm x 25 cm
Legowo 2:1 (10 cm x 20 cm)
Legowo 3:1 (10 cm x 20 cm)
Legowo 4:1 (10 cm x 20 cm)
Legowo 2:1 (12,5 cm x 25 cm)
Legowo 3:1 (12,5 cm x 25 cm)
Legowo 4:1 (12,5 cm x 25 cm )
250 000
206 611
160 000
333 333
375 000
400 000
213 000
240 000
256 000
100
> 100
< 100
133
150
160
133
150
160
Sumber : Badan Litbang Pertanian 2007.
Berdasar Tabel di atas, tampak bahwa cara tanam legowo dengan jarak tanam yang sama mempunyai populasi tanaman lebih banyak 33% - 60% dibanding cara tanam tegel sehingga hasil gabah diperkirakan akan lebih banyak pula.

4.    Pemeliharaan Tanaman
Anjuran pemupukan untuk tanaman padi hibrida  adalah sebagai berikut.
a.       Pada pengolahan tanah terakhir (III), diberikan pupuk kandang 2-3 ton/ha atau bila menggunakan pupuk kompos jerami diberikan sekitar 5 ton/ha.
b.       Pemupukan diberikan paling sedikit selama 3 kali aplikasi yaitu ; pemupukan I, pemupukan II, dan pemupukan III. Pemupukan  IV diberikan jika keadaan memaksa untuk diaplikasikan.
c.       Dosis anjuran pemupukan urea diperkirakan 250 - 350 kg/ha. Sp 36 100 kg/ ha dan KCL 100 kg / ha. Untuk mengetahui tambahan pupuk urea, sebaiknya menggunakan Bagan Warna Daun (BWD).
Waktu dan cara aplikasi pupuk adalah sebagai berikut :
a.       Pemupukan I, umur 7 - 10 HST: 75 - 100 kg urea + 100 kg SP 36 + 75 kg KCI.
b.       Pemupukan II, umur 21 – 28 HST: 100 kg urea.
c.       Pemupukan III, umur 35 - 40 HST: 100 kg urea + 25 kg KCI. Pada saat tanaman menunjukkan keadaan primordia (pembentukan bkal bunga)
d.       Jika diperlukan pemupukan IV dapat diaplikasikan dengan memberikan 50 kg urea. Apabila  warna daun menujukkan gejala kekurangan nitrogen (kurang urea).  Dan  10% dari populasi tanaman telah berbunga.
Pada daerah yang respon terhadap sulfur (S), pemupukan I urea diganti ZA 100 kg/ha. Jika daerah tersebut sering menunjukkan gejala kekurangan Zn, dilakukan dengan pengeringan air secara berkala dan dipupuk ZnS0410-20 kg/ha bersamaan dengan pemupukan I. Pemupukan dilakukan dengan cara menebar pupuk merata ke seluruh areal tanam. Pada saat pemupukan dan 3 hari setelah pemupukan saluran pemasukan dan pembuangan air ditutup.

5.    Pengairan
Pengairan berselang (intermitten) difokuskan pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan hanya dilakukan di daerah yang pengairannya dapat diatur. Cara pengairan berselang adalah:
a.       sewaktu tanam bibit, lahan dalam kondisi macak-macak. Secara berangsur-angsur lahan diairi setinggi 2-5 cm hingga tanaman berumur 10 HST;
b.       Lahan tidak diairi sampai 5-6 hari atau sampai permukaan tanah retak-retak selama 2 hari kemudian diairi kembali setinggi 5 – 10 cm;
c.       Mulai fase keluar bunga sampai 10 hari sebelum panen, lahan terus digenangi air setinggi 5 cm, selanjutnya lahan dikeringkan untuk mempercepat dan meratakan pemasakan gabah dan memudahkan panen.
Pada dasarnya tanaman padi hibrida tidak banyak berbeda dengan padi inbrida dalam kebutuhan air untuk pertumbuhannya. Tanaman padi hibrida peka terhadap kekurangan air pada waktu fase bunting sampai pengisian gabah. Bila  terjadi kekurangan air pada fase tersebut dapat menimbulkan kehampaan gabah yang pada akhirnya dapat menurunkan hasil. Sejak tanaman padi ditanam sampai fase primordia bunga (42 HST) tanaman perlu diberi air macak-macak. Hal ini ditujukan agar tanaman membentuk anakan dalam jumlah banyak. Namun konsekuensi bila diberi air macak-macak adalah pertumbuhan gulma yang cukup cepat.

6.    Pengendalian Gulma dan OPT
Pengendalian gulma: penyiangan dilakukan dengan alat landak atau osrok. Penyiangan I, dilakukan sedini mungkin, maksimal pada umur 18 HST (sebelum pemupukan II).
Penyiangan II, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 30 HST (sebelum pemupukan III).
Penyiangan III, dilakukan jika masih banyak gulma yang tumbuh, dilakukan pada umur 30 HST (sebelum pemupukan III). Rumput gulma yang dicabut dibenamkan ke dalam tanah (untuk menambah bahan organik).
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT). Pengendalian HPT dilakukan secara periodik, dengan cara melakukan pengamatan tiap minggu, mulai dari persemaian hingga tanaman menjelang panen. Pada 35 hari sebelum menabur benih, dilakukan pengendalian hama tikus secara serempak. Upaya pencegahan dan pengendalian HPT dengan menggunakan pestisida hendaknya mengacu pada konsep PHT. Hama yang perlu diwaspadai adalah: wereng coklat, penggerek batang, tikus dan walang sangit, sedangkan penyakit adalah tungro hawar daun bakteri blast. Menjelang panen perlu waspada terhadap serangan burung emprit, dikendalikan secara manual dengan jaring.
Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu diterapkan dengan mengintegrasikan komponen pengendalian yang kompatibel seperti :
a.       Menggunakan varietas tahan hama/penyakit,
b.       Menggunakan bibit sehat,
c.       Menerapkan pola tanam yang sesuai, (d) rotasi tanaman seperti padi padi- kedelai/kacang hijau,
d.       Waktu tanam yang sesuai,
e.       Melakukan pembersihan lapangan terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor hama dan sumber inokulum penyakit,
f.        Pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman,
g.       Penerapan irigasi berselang,
h.      Gunakan sistem TBS (trap barrier system) untuk pengendalian tikus,
i.         Pengendalian kelompok telur, observasi hama dan penyakit secara terus menerus,
j.         Menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian hama ulat grayak, dan penggerek batang,
k.       Meningkatkan peran musuh alami seperti labalaba
l.         Gunakan pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan hama berdasarkan hasil pengamatan.
Bila terjadi serangan penyakit kresek, maka sawah perlu didrainase agar tidak terjadi genangan air di petakan. Kelembaban tanah menjadi kurang, menyebabkan lingkungan mikro di dalam rumpun padi hibrida\ menjadi tidak lembab dan perkembangan jamur ataupun mikroorganisme penyebab penyakit tidak berkembang secara pesat.

7.    Penentuan waktu panen
Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah yang dihasilkan. Bila tanaman padi dipanen terlalu awal maka akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah.
Sebaliknya bila tanaman padi dipanen terlambat maka akan menurunkan hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah, timbangan gabah menjadi lebih ringan karena kadar air sudah menurun.
Pemanenan gabah yang ideal dilakukan bila :
a.       Sudah 90% masak fisiologi, artinya 90% gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning,
b.       Bila dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30-35 hari, dan
c.       Berdasar perhitungan dari sejak sebar sampai umur sesuai dengan deskripsi varietas.
Pada dasarnya untuk dapat memperoleh hasil gabah tinggi maka kita harus menyayangi padi. Cara yang paling mudah untuk menyayangi padi adalah sering-sering datang ke sawah dan langsung melakukan observasi. Dengan cara tersebut niscaya hasil gabah dapat meningkat.

B.    Dampak Sistem Tanam Legowo
1.    Manfaat yang dirasakan ketika Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo
a.       Menambahnya jumlah tanaman padi
b.       Akan meningkatkan produksi tanaman padi secara signifikan
c.       Memperbaiki kualitas gabah karena akan semakin banyaknya tanaman pinggir
d.       Dapat mengurangi serangan penyakit pada tanaman padi
e.       Dapat mengurangi tingkat serangan hama tanaman padi
f.        Akan mempermudah dalam perawatan tanaman padi baik dalam proses pemupukan maupun penyemprotan pestisida
g.       Dapat menghemat pupuk, karena yang dipupuk hanya di bagian dalam baris tanaman

2.    Kelemahan ketika Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo
a.       Akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama pada saat melakukan proses penanaman padi
b.       Membutuhkan benih yang lebih banyak, ini dikarenakan  semakin banyaknya populasi tanaman padi
c.       Pada umumnya pada lahan yang menggunakan jajar legowo, maka akan lebih banyak ditumbuhi rumput

BAB IV
KESIMPULAN
A.   Kesimpulan
Yang berdasarkan pengalaman, tanaman padi yang berada di pinggir akan menghasilkan produksi padi lebih tinggi dan kualitas dari gabah yang lebih baik, ini dikarenakan tanaman padi di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Itulah sebabnya sistem jajar legowo menjadi salah satu pilihan dalam proses meningkatkan produksi gabah. Adapun tipe system jajar legowo :
1.      Jajar Legowo 2:1 – Setiap dua baris diselingi satu baris yang kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan pada jarak tanam dalam baris yang memanjang di perpendek menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya.
2.      Jajar Legowo 3:1 – Setiap tiga baris tanaman padi di selingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya
3.      Jajar Legowo 4:1 – setiap empat baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya.

B.    Saran
Dalam penulisan makalah budidaya tanaman padi siste legowo masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena kurang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Untuk kesempurnaan makalah ini mohon kritik dan saran bagi berbagai pihak guna kesempurnaan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang,Deptan RI.2007.Daerah Pengembangan dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida. Pedoman Bagi Penyuluh Pertanian (Buku Elektronik). Jakarta.
PT.Sang Hyang Seri (Persero).2008. Petunjuk Teknik Budidaya Padi Hibrida SL 8 SHS.(Folder).
PT Sumber Alam Sutera. Mei 2008. Teknologi Budidaya Padi Hibrida Bernas.(Slide Presentasi).
Sinar Tani.Juli 2008. Budidaya Padi Hibrida di Jawa Timur. Edisi 2 – 8