Menu Blog

Rabu, 22 Januari 2014

Makalah Pertanian Konvesional

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Petani merupakan bagian terbesar produsen pangan dan produk-produk pertanian lainnya seharusnya memegang peran dan pelaksana utama pembangunan pertanian di negara Indonesia yang agraris. Setelah kita melaksanakan pembangunan pertanian selama lebih dari setengah abad yang terjadi di lapangan tidak demikian. Petani dan masyarakat pedesaan dalam posisi yang marginal dan memprihatinkan. Petani belum ditempatkan sebagai subyek atau penentu keputusan kegiatan pembangunan pertanian namun tetap sebagai obyek pembangunan pertanian yang secara nasional dirancang dan dilaksanakan oleh Pemerintah, bersama dengan segala jajaran dan petugasnya, serta didukung oleh mitra kerja Pemerintah termasuk dunia usaha dan dunia pendidikan dan penelitian.
Banyak jenis program dan proyek pemberdayaan petani telah dilaksanakan oleh Pemerintah, melalui Departemen Pertanian dan departemen-departemen lainnya, namun program-program tersebut masih terpusat pada ketergantungan petani pada Pemerintah. Pola pemberdayaan masih satu arah dengan inisiatif dan pelaksana program adalah Pemerintah dengan para petugas lapangannya. Program pemberdayaan petani kurang bersifat partisipatoris sehingga kurang efektif dalam membebaskan petani dari berbagai bentuk cekaman dan tekanan yang menekan kehidupan mereka.
Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu melaksanakan program pelatihan petani PHT melalui kegiatan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dengan menerapkan pendekatan partisipatoris dan prinsip petani belajar dari pengalaman telah menghasilkan harapan bahwa petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT dapat menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik. Makalah ini menguraikan lebih lanjut tentang beberapa latar belakang masalah, prinsip dan sasaran pelaksanaan SLPHT serta pemunculan gagasan Sains Petani oleh para alumni SLPHT. Makalah juga akan membahas bagaimana seharusnya para peneliti dari Universitas menyikapi gagasan Sains Petani.

B.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetaui apa pengertian pertanian konvensional dan apa dampak pertanian konvensional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Pola Pertanian Pada Masa Depan
Menghadapi tantangan yang makin besar tersebut, pertanian masa depan tidak akan bisa bertahan hanya dengan pola seperti pertanian saat ini (konvensional). Tetapi pertanian konvensional masih akan memegang peran yang cukup penting. Pada masa yang akan datang akan ada 3 pola pertanian penting, ialah (1) Pertanian Konvensional; (2) Pertanian Konservasi; (3) Pertanian dengan Teknologi Tinggi. Pada masa 5-10 tahun ke depan, di Indonesia pertanian konvensional akan tetap dominan, namun masukan teknologi pada pola ini akan semakin tinggi.

B.    Pengertian Pertanian konvensional
Pertanian konvensional adalah pertanian seperti yang dilakukan oleh sebagian besar petani di seluruh dunia saat ini. Pertanian ini mengandalkan input dari luar sistem pertanian, berupa energi, pupuk, pestisida untuk mendapatkan hasil pertanian yang produktif dan bermutu tinggi. Pada masa yang akan datang sistem pertanian ini akan lebih ramah lingkungan bersamaan dengan lebih banyak input teknologi. Perkembangan atau kemajuan pertanian konvensional pada masa depan dibandingkan masa sekarang terjadi karena peran penelitian bidang ekofisiologi dan pumuliaan tanaman, serta karena tuntutan masyarakat. Kemajuan itu antara lain berupa:
1.      Digunakannya varietas-varietas tanaman yang lebih produktif, lebih bermutu, lebih tahan atau toleran pada hama dan penyakit utama, lebih tahan pada kekurangan air dan hara, serta dapat berproduksi tinggi pada lahan-lahan marginal.
2.      Lebih memanfaatkan biota di lingkungan pertanian, baik untuk meningkatkan kesuburan lahan, maupun toleransi terhadap OPT.
3.      Penggunaan pupuk akan lebih bijaksana, berdasarkan Integrated Plant nutrition System, sehingga tidak berlebih, berdasarkan kebutuhan riel tanaman, tidak banyak yang tercuci dan mencemari lingkungan.
4.      Penggunaan pestisida akan sangat berkurang; pengendalian organisme pengganggu tanaman akan berdasarkan PHT.
5.      Konsolodasi lahan-lahan pertanian akan terjadi, sehingga pengelolaan sistem produksi akan lebih mudah.
6.      Tenaga kerja di pertanian berkurang karena urbanisasi dan menjadi pekerja pada sektor industri, sehingga:
a.       Terjadi peningkatan mekanisasi pertanian,
b.       Input energi biologi (tenaga ternak atau tenaga manusia) akan banyak diganti energi mekanik berbasis biologi, seperti biodisel maupun bioetanol,
c.       Daya tawar petani dan buruh tani lebih tinggi, sehingg kesejahteraannya meningkat.
7.      Produktivitas pertanian akan meningkat lagi setelah leveling off yang terjadi bisa diatasi. Produksinya juga lebih bermutu, lebih bergizi, lebih aman karena sistem pertanian dikelola dengan lebih baik.
8.      Petani akan mempunyai catatan pertanian, sehingga tuntutan terhadap traceability dapat dipenuhi.
Pertanian Konservasi juga akan meluas. Ada kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai tuntutan terhadap pangan yang bebas pestisida dan bebas dari pupuk kimia, serta kelompok yang ingin agar pertanian tidak mencemari lingkungan. Dua kelompok masyarakat ini akan semakin besar di dunia, demikian pula di Indonesia. Produktivitas sistem ini pada umumnya rendah, lebih-lebih pada beberapa tahun kemudian; mutu fisik/visual produk juga rendah, tetapi keamanannya tinggi dan dipercaya oleh sebagian konsumen nilai zat berkhasiatnya yang terkadung di dalamnya tinggi. Namun, karena adanya permintaan yang semakin besar dari kelompok-kelompok ini akan mendorong semakin luasnya pertanian konservasi. Pada pertanian konservasi, prinsip utamanya adalah pertanian yang mengandalkan dan berusaha mempertahankan kelestarian alam. Dengan pertanian konservasi diusahakan agar tidak terlalu banyak gangguanan ekosistem dalam alam pertanian. Pertanian ini lebih mengandalkan mekanisme ekobiologi dari alam sehingga input yang diberikan pada sistem pertanian ini diusahakan serendah mungkin. Kalaupun intu diberikan, maka input tersebut berupa bahan-bahan organik alamiah yang bukan hasil budaya. Studi ekofisiologi akan memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan kelestarian sistem ini.
Pertanian Teknologi Tinggi juga akan meningkat pada masa depan. Pertanian ini akan sngat produktif, produknya bermutu tinggi, aman, kandungan gizi dan zat berkhasiat yang ada di dalamnya bisa diatur sesuai kebutuhan. Karena itu, pertanian ini memerlukan input tinggi, baik berupa teknologi, bahan-bahan kimia maupun energi. Pertanian ini bisa mengatasi kendala dan hambatan alam, bisa sangat efisien tepai bisa juga tidak efisien. Pertanian ini juga mungkin tidak menyebabkan degradasi lahan pertanian, maupun alam sekitar karena tidak mengandalkan alam dalam produksi. Pertanian ini lebih mengandalkan teknologi dan input dari hasil budaya. Pertanian ini hanya akan melibatkan pemodal besar, bukan petani.

BAB III
PEMBAHASAN

A.   Pertanian Konvensional
Keadaan atau gambaran umum dari semua pertanian modern adalah titik beratnya pada salah satu jenis tanaman tertentu, menggunakan intensifikasi modal dan pada umumnya berproduksi dengan teknologi yang hemat tenaga kerja serta memperhatikan skala ekonomis yang efisien (economies of scale) yaitu dengan cara meminimumkan biaya untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Untuk mencapai semua tujuan, pertanian modern praktis tidak berbeda dalam konsep atau operasinya dengan perusahaan industri yang besar. Sistem pertanian modern yang demikian itu sekarang ini dikenal dengan agri-bisnis.
Intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida, penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumberdaya alam yang tak terbaharui dalamjumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini telah berkembang sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia. Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan mengesankan, sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau” (Peter Tandisau dan Herniwatiigasi, 2009).

B.    Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian modern (spesialisasi), pengadaan pangan untuk kebutuhan sendiri dan jumlah surplus yang bisa dijual, bukan lagi merupakan tujuan pokok. Keuntungan (profit) komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil maksimum per hektar dari hasil upaya manusia (irigasi, pupuk, pertisida, bibit unggul, dan lain-lain) dan sumber daya alam merupakan tujuan kegiatan pertanian. Pada sistem pertanian konvensional terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi.
Pertanian konvensional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
1.      Penurunan lapangan kerja dan peningkatan pengangguran
Dalam sistem pertanian konvensional digunakan teknologi dan bahan-bahan yang berkualitas tinggi. Dengan digunakannya teknologi, kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh petani digantikan oleh mesin yang berteknologi tinggi. Sehingga para petani lambat laun mulai banyak yang kehilangan pekerjaan. Banyaknya petani yang tidak bekerja dapat meningkatkan angka pengangguran. Lapangan pekerjaan untuk petanipun berkurang karena semua kegiatan bertani dapat dilakukan oleh mesin.
2.      Peningkatan kemiskinan dan malnutrisi di pedesaan
Petani yang pekerjaannya telah digantikan oleh mesin akan menjadi pengangguran dan tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hiidup keluarganya. Karena itu, kemiskinan semakin menigkat dan banyak anak-anak yang mengalami malnutrisi karena kekurangan makan. Hal tersebut terjadi kebanyakan di daerah pedesaan, karena kebanyakan petani pedesaan adalah petani dengan modal kecil.
3.      Pengeluaran lebih banyak
Dengan penggunaan teknologi, sudah pasti biaya produksi akan lebih tinggi karena mesin-mesin harus dibeli dengan biaya yang tinggi. selain itu pengadaan benih berkualitas tinggi juga sangat mahal. pemberian pupuk dan pemberantasan hama menggunakan zat kimia juga akan menambah biaya produksi.
4.      Mendapatkan penghasilan lebih banyak atau untung
Hasil produksi dari sistem pertanian konvensional lebih banyak daripada pertanian organik. Dengan hasil yang banyak tersebut petani konvensional akan mendapat untug yang banyak dari hasil penjualan produk pertaniannya.
5.      Hanya bisa dilakukan petani dengan modal besar
Sebagian besar yang melakukan sistem pertanian konvensional adalah petani dengan modal besar karena biaya produksi yang digunakan untuk membeli mesin, bahan tanam yang berkualitas tinggi, serta pestisida maupun pupuk kimia memerlukan biaya yang cukup besar.
6.      Berorientasi pada pasar eksport dan lokal
Pada sistem pertanian konvensional, produk hasil diorientasikan pada pasar lokal dan ekspor. Hasil yang banyak selain dapat memenuhi kebutuhan lokal juga dapat dijual di pasaran ekspor. Para petani banyak yang menjual hasil pertaniannya di pasar ekspor karena harga jualnya tinggi.
7.      Mempunyai resiko produksi yang tinggi
Sistem pertanian konvensional mempunyai resiko produksi yang tinggi karena biaya yang dikeluarkan untuk produksi sangat besar. Apabila pada proses produksi terjadi kegagalan misalnya seperti kerusakan mesin ataupun gagal panen tentunya resiko biaya produksi tidak kembali sangat besar. Dan petani akan mengalami kerugian.

C.   Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian efisiensi produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan. Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan menginternalisasikan biaya lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu usaha dan program pembangunan pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan negara adalah kerugian besar. Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah saat ini sebenarnya tidak realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang dimasukkan sepenuhnya dalam perhitungan neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi nasional (Pracaya, 2007).
Penelitian pertanian secara konvensional dengan biasnya pada lahan-lahan yang berpotensi tinggi, tanaman ekspor dan petani yang lebih mampu, telah memberikan hasil yang tidak terjangkau oleh sebagian besar petani. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1.      Peningkatan erosi permukaan, banjir dan tanah longsor
2.      Penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik tanah
Pada sistem pertanian konvensional, lahan yang digunakan dapat mengalami penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik. Hal tersebut terjadi karena seringnya penggunaan pupuk kimia ataupun bahan-bahan kimia lain seperti pestisida yang lama-kelamaan akan merusak kesuburan tanah dan mematikan organisme-organisme yang hidup di dalam tanah.
1.      Salinasi air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah
2.      Peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, limbah domestik
Pertanian konvensional adalah pertanian dengan menggunakan bahan-bahan kimia maupun alat-alat modern. Karena hal tersebut jika pertanian konvensional dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, dan limbah domestik. Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar.
Penggunaan bahan-bahan kimia pada pupuk maupun pestisida pada sistem pertanian konvensional menyebabkan pencemaran lingkungan. Produk-produk yang dihasilkan kurang terjamin kebersihannya dan kelayakannya untuk dikonsumsi karena sudah terkena zat kimia. Oleh karena itu, masyarakat mulai berpikir ulang untuk mengkonsumsi produk yang tercemar oleh zat kimia.
1.      Pemerosotan keanekaragaman hayati pertanian
2.      Kontribusi dalam proses pemanasan global
Sebagian besar pertanian konvensional selalu menggunakan teknologi tinggi yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya banyak terjadi pencemaran air dan pencemaran udara. Hal tersebut akan berkontribusi dalam proses pemanasan global.
3.      Merintangi studi dan peningkatan interaksi positif antarberagam tanaman, hewan, dan manusia
4.      Eksploitasi unsur hara
Integrasi usaha tani ke dalam pasar nasional maupun internasional menimbulkan suatu penghabisan unsur hara netto jika unsur hara yang diambil tidak dapat dikembalikan lagi. Sangat sedikit teknologi yang dikembangkan untuk mengembalikan unsur hara dari daerah/lokasi konsumen ke daerah produsen.

D.   Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Sosial
1.      Hilangnya kearifan tradisional dan budaya tanaman lokal
Masyarakat Indonesia umumnya bertani dengan memperhatikan keadaan sosial disekitarnya. Apabila menggunakan sistem pertanian konvensional, tidak ada lagi kearifan tradisional dan kebanyakan tanaman yang ditanaman adalah tanaman yang sedang naik daun atau tanaman yang dibutuhkan sangat banyak dan berdaya jual tinggi. Sehingga tanaman-tanaman lokal tidak dapat bersaing karena sedikit sekali petani yang menanamnya.
2.      Peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di pedesaan
Jika di suatu desa digunakan sistem pertanian konvensional dapat terjadi peningkatan kesenjangan sosial di antara para peani. Hal itu disebabkan karena hanya petani yang bermodal besar yang dapat menjalankan sistem ini sedangkan petani dengan modal kecil tidak akan mampu membeli mesin dan bahan tanam seperti petani konvensional. Oleh karena itu pertanian konvensional akan dapat meningkatkan kesenjangan sosial terutama di daerah pedesaan.
3.      Ketergantungan petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia
Karena dibutuhkan modal yang sangat besar, para petani konvensional membutuhkan bantuan dari pemerintah dalam hal modal dan informasi-informasi terbaru tentang pertanian. Petani juga akan mengalami ketergantungan dengan perusahaan/industri agrokimia, karena kebanyakan mereka menggunakan bahan-bahan kimia.
4.      Rasa kekeluargaan dan kekompakan antar petani berkurang
Pertanian konvensional lebih menggunakan mesin daripada tenaga manusia atau petani. Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya rasa kekeluargaan dan kekeompakan antar petani. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena petani bisa-bisa bersaing secara tidak sehat.
5.      Pengabaian pengetahuan lokal petani
Pendekatan konvensional dari atas ke bawah pada pengembangan teknologi dalam lembaga penelitian pertanian hanya memberikan sedikit kesempatan pada ilmuwan untuk lebih mengenal kondisi. Situasi ini tidak dibenahi oleh sikap umum dari para penyuluh dan peneliti yang telah mendapatkan ilmu di universitas maupun sekolah, bahwa sistem pendidikan formal merupakan sumber utama inovasi dan bahwa informasi hanya bisa datang dari atas.
6.      Penekanan pada penelitian
Kondisi produksi lembaga penelitian dan tempa percobaan tidak mencerminan kondisi petani dan tidak mungkin mewakili kondisi pertanian tadah hujan yang sangat beragam. Akibatnya, teknologi yang di uji di tempat [percobaan seringkali tidak bisa diterapkan dengan kondisi petani, sementara kualitas varietas lokal yang baik, yang disesuiakan dengan kondisi lokal, tidak diakui dalam tempat percobaan (Biggs, 1984).

E.    Kebijakan Ketahanan Pangan dengan Pertanian Konvensional
Akar permasalahan yang membawa petani pada kondisi ketergantungan adalah kebijakan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan atau dulu dinamakan program Swa Sembada Beras atau Swa Sembada Pangan. Program ini bertujuan memenuhi kebutuhan pangan seluruh penduduk yang setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju peningkatan populasi penduduk yang masih secara eksponensial. Keinginan agar bangsa ini dapat berswa sembada beras sudah menjadi program utama Pemerintah Indonesia sejak Kabinet Indonesia yang pertama.
Sejak tahun 1970an Pemerintah Presiden Suharto telah menetapkan kebijakan bahwa untuk meningkatkan produksi padi secara cepat hanya dapat dicapai bila para petani padi dapat menerapkan teknologi pertanian modern yang kemudian dikenal sebagai teknologi "revolusi hijau". Teknologi revolusi hijau merupakan teknologi budidaya tanaman padi yang pada waktu itu dimasyarakatkan oleh Pemerintah dengan istilah Panca Usaha Tani (pengolahan tanah, pemupukan dengan pupuk buatan, perbaikan jaringan pengairan, penanaman benih unggul, serta pengendalianhama dan penyakit dengan pestisida). Kebijakan tersebut pada prinsipnya tetap diikuti oleh Pemerintah periode-periode berikutnya. Setiap tahun Pemerintah selalu menetapkan target produksi padi yang dihasilkan oleh para petani padi. Keberhasilan suatu Kabinet atau Menteri Pertanian dalam mencapai target produksi selalu digunakan sebagai salah satu kriteria keberhasilan Pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Oleh karena itu Pemerintah selalu berusaha membuat banyak kebijakan, program proyek, dan bantuan yang ditujukan pada petani agar mereka dapat meningkatkan produksi sawahnya.
Penerapan teknologi pertanian konvesional dalam program nasional Ketahanan Pangan di Indonesia oleh Pemerintah dibebankan pada puluhan juta petani padi. Pemerintah menyediakan berbagai bentuk fasilitas yang dharapkan dapat digunakan petani sebaik mungkin untuk meningkatkan produksi sawahnya. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain dalam bentuk penyediaan benih, pupuk kimia, pestisida, sistem jaringan irigasi dan kredit. Program peningkatan produksi pertanian dari Pemerintah yang didukung oleh dunia industri dan para peneliti/pakar/akademisi semakin memojokkan petani (khususnya petani gurem) dalam posisi yang tidak berdaya dalam menentukan masa depannya.
Pertanian dengan teknologi revolusi hijau sering disebut sebagai pertanian konvensional, pertanian modern, pertanian industri atau pertanian boros energi. Disebut sebagai pertanian konvensional karena teknologi tersebut sangat umum digunakan di seluruh dunia dan pada kebanyakan komoditi pertanian penting. Pertanian konvensional dinamakan pertanian modern karena pertanian ini memanfaatkan berbagai masukan produksi berupa hasil teknologi modern seperti varietas unggul, pupuk buatan dan pestisida kimia. Hampir semua masukan produksi modern berasal dari luar ekosistem dan bahan bakunya berasal dari bahan bakar fossil sebagai sumberdaya alam tak terbarukan Karena itu sistem pertanian modern sering juga dinamakan sebagai pertanian boros energi. Pertanian konvensional juga dikenal sebagai pertanian industri karena kegiatan produksi pertanian dianggap sebagai kegiatan pabrik yang memproses masukan produksi seperti benih, pupuk, dan yang lain menjadi keluaran yang berupa pangan dan hasil pertanian lainnya serta keuntungan usaha tani. Gliessmann (2007) menyatakan bahwa pendekatan dan praktek pertanian konvensional terutama untuk peningkatan produksi pangan telah diikuti banyak negara baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Menurut Gliessmann, teknologi pertanian konvnsional tersebut bertumpu pada tehnik-tehnik budidaya sebagai berikut:
1.      Pengolahan Tanah Intensif, 
2.      Budidaya Monokultur,
3.      Aplikasi Berbagai Pupuk Sintetik,
4.      Perluasan dan intensifikasi jaringan irigasi,
5.      Pengendalian hama, penyakit, gulma dengan pestisida kimia,
6.      Manipulasi Genom Tanaman dan Binatang yang menghasilkan varietas-varietas unggul tanaman melalui teknologi pemuliaan tanaman serta rekayasa genetik.
Agar pertanian konvensional berhasil meningkatkan produksi sesuai target jangka pendek diperlukan:
a.             Inovasi teknologi yang cepat,
b.  Modal besar agar produsen dapat menerapkan teknologi produksi dan    pengelolaannya,
c.       Pertanian skala besar,
d.       Penanaman varietas unggul secara seragam dalam areal luas dan terus menerus sepanjang musim,
e.       Penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara intensif dan ekstensif,
f.        Efisiensi penggunaan tenaga kerja tinggi sehingga mengarah pada penggunaan alat dan mesin pertanian,
g.       penerapan prinsip-prinsip agrobisnis.

F.    Dampak Pertanian Konvensional
Dari pengalaman selama berpuluh tahun di semua negara, penerapan pertanian konvensional tidak membawa keadaan yang lebih baik tetapi justru menimbulkan masalah-masalah baru. Penerapan teknologi pertanian konvensional secara luas dan seragam mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan, kondisi sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Menurut Gliessmann (2007) dampak samping pertanian konvensional meliputi:
1.      Degradasi dan Penurunan Kesuburan Tanah.
2.      Penggunaan Air Berkelebihan dan Kerusakan Sistem Hidrologi.
3.      Pencemaran Lingkungan berupa kandungan bahan berbahaya di lingkungan dan makanan.
4.      Ketergantungan petani pada Input-input Eksternal.
5.      Kehilangan Diversitas Genetik seperti berbagai jenis tanaman dan varietas tanaman pangan lokal/tradisional.
6.      Peningkatan kesenjangan Global antara negara-negara industri dan negara-negara berkembang.
7.      Kehilangan Pengendalian Komunitas Lokal terhadap Produksi Pertanian
Pertanian Konvensional mengakibatkan kerusakan lingkungan serta semakin menghabiskan energi dari sumberdaya alam tidak terbarukan. Harga energi semakin lama semakin meningkat karena persediaan bahan bakar fosil semakin habis. Dilihat dari sisi ekonomi, keuntungan yang diperoleh dari pertanian konvensional semakin menurun. Fenomena pertanian konvensional dengan segala dampak sampingnya tersebut tidak hanya terjadi di luar negeri tetapi sudah dan sedang terjadi diIndonesia, termasuk dalam pelaksanaan program ketahanan pangan. Kondisi lingkungan dan ekonomi di ekosistem persawahan kita sudah sedemikian kritis sehingga sulit untuk melaksanakan kegiatan intensifikasi pertanian secara efektif dan efisien. Berbagai bentuk pemborosan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya sedang terjadi di lahan-lahan sawah dan pedesaan saat ini. Kita akan mewarisi generasi mendatang dengan kerusakan dan biaya lingkungan yang sangat mahal yang sulit untuk dikembalikan lagi.
Dengan kesadaran manusia akan lingkungan dan masa depan bumi, praktek Pertanian Konvensional secara bertahap harus diubah dan dikonversikan menjadi Pertanian Berkelanjutan yang bertumpu pada kemampuan, kemandirian dan kreativitas petani dalam mengelola sumberdaya lokal yang mereka miliki. Dukungan politik Pemerintah terhadap konversi pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan harus jelas, tegas dan konsisten agar ekosistem pertanian di Indonesia dapat segera diselamatkan dan dihindarkan dari kerusakan yang lebih parah.

BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.      Pertanian konvensional adalah pertanian modern yang saat ini banyak di kembangkan di seluruh dunia pertanian ini lebih berorientasi pada industry, pengolahan, bibit hybrida, pupuk kimia dosisi tinggi, penggunaan herbisida dan insektisida.
2.      Program Ketahanan Pangan untuk mencapai sasaran produksi pangan jangka pendek semakin memojokkan petani pada posisi lemah, terpinggirkan serta tidak berdaya.
3.      Petani tidak mampu secara mandiri mengambil keputusan mengenai pengelolaan lahan sawahnya yang sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
4.      Penerapan teknologi pertanian konvensional termasuk untuk peningkatan produksi pangan mengakibatkan dampak samping negatif bagi lingkungan, sosial budaya serta secara ekonomi semakin tidak efektif dan efisien.
5.      Pelatihan SLPHT mampu mengubah petani alumni SLPHT dari budaya pasif tidak berdaya menjadi budaya aktif, kreatif, inovatif dan berwawasan ilmiah.
6.      Konsep Sains Petani perlu ditanggapi secara positif dan kreatif oleh para peneliti, yaitu dengan menerapkan kemitraan kerja sejajar dengan para petani.

B.    Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna penyempurnaan makalah ini dan kedepannya. Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, terutama penulis sendiri. Kepada semua teman-teman yang berpasitifasi dalam penyusunan makalah ini tidak lupa penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

http://agroland.wordpress.com/pertanian-masa-depan/


1 komentar:

  1. Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
    Terima kasih, Busarakham.

    BalasHapus