BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Petani merupakan bagian terbesar produsen pangan dan produk-produk
pertanian lainnya seharusnya memegang peran dan pelaksana utama pembangunan
pertanian di negara Indonesia
yang agraris. Setelah kita melaksanakan pembangunan
pertanian selama lebih dari setengah abad yang terjadi di lapangan tidak
demikian. Petani dan masyarakat pedesaan dalam posisi yang marginal dan memprihatinkan. Petani belum ditempatkan sebagai
subyek atau penentu keputusan kegiatan pembangunan pertanian namun tetap
sebagai obyek pembangunan pertanian yang secara nasional dirancang dan
dilaksanakan oleh Pemerintah, bersama dengan segala jajaran dan petugasnya,
serta didukung oleh mitra kerja Pemerintah termasuk dunia usaha dan dunia
pendidikan dan penelitian.
Banyak jenis program dan proyek pemberdayaan petani telah dilaksanakan oleh
Pemerintah, melalui Departemen Pertanian dan departemen-departemen lainnya,
namun program-program tersebut masih terpusat pada ketergantungan petani pada
Pemerintah. Pola pemberdayaan masih satu arah dengan inisiatif dan pelaksana
program adalah Pemerintah dengan para petugas lapangannya. Program pemberdayaan
petani kurang bersifat partisipatoris sehingga kurang efektif dalam membebaskan
petani dari berbagai bentuk cekaman dan tekanan yang menekan kehidupan mereka.
Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu
melaksanakan program pelatihan petani PHT melalui kegiatan SLPHT (Sekolah
Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dengan menerapkan pendekatan partisipatoris
dan prinsip petani belajar dari pengalaman telah menghasilkan harapan bahwa
petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas
dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT dapat
menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan
percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik. Makalah ini
menguraikan lebih lanjut tentang beberapa latar belakang masalah, prinsip dan
sasaran pelaksanaan SLPHT serta pemunculan gagasan Sains Petani oleh para
alumni SLPHT. Makalah juga akan membahas bagaimana seharusnya para peneliti
dari Universitas menyikapi gagasan Sains Petani.
B.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetaui apa
pengertian pertanian konvensional dan apa dampak pertanian konvensional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pola Pertanian Pada Masa
Depan
Menghadapi
tantangan yang makin besar tersebut, pertanian masa depan tidak akan bisa
bertahan hanya dengan pola seperti pertanian saat ini (konvensional). Tetapi
pertanian konvensional masih akan memegang peran yang cukup penting. Pada masa
yang akan datang akan ada 3 pola pertanian penting, ialah (1) Pertanian
Konvensional; (2) Pertanian Konservasi; (3) Pertanian dengan Teknologi Tinggi.
Pada masa 5-10 tahun ke depan, di Indonesia pertanian konvensional akan tetap
dominan, namun masukan teknologi pada pola ini akan semakin tinggi.
B.
Pengertian Pertanian konvensional
Pertanian
konvensional adalah pertanian seperti yang dilakukan oleh sebagian besar
petani di seluruh dunia saat ini. Pertanian ini mengandalkan input dari luar
sistem pertanian, berupa energi, pupuk, pestisida untuk mendapatkan hasil
pertanian yang produktif dan bermutu tinggi. Pada masa yang akan datang sistem
pertanian ini akan lebih ramah lingkungan bersamaan dengan lebih banyak input
teknologi. Perkembangan atau kemajuan pertanian konvensional pada masa depan
dibandingkan masa sekarang terjadi karena peran penelitian bidang ekofisiologi
dan pumuliaan tanaman, serta karena tuntutan masyarakat. Kemajuan
itu antara lain berupa:
1.
Digunakannya
varietas-varietas tanaman yang lebih produktif, lebih bermutu, lebih tahan atau
toleran pada hama dan penyakit utama, lebih tahan pada kekurangan air
dan hara, serta dapat berproduksi tinggi pada lahan-lahan marginal.
2.
Lebih
memanfaatkan biota di lingkungan pertanian, baik untuk meningkatkan kesuburan
lahan, maupun toleransi terhadap OPT.
3.
Penggunaan
pupuk akan lebih bijaksana, berdasarkan Integrated Plant
nutrition System, sehingga tidak berlebih, berdasarkan kebutuhan riel
tanaman, tidak banyak yang tercuci dan mencemari lingkungan.
4.
Penggunaan
pestisida akan sangat berkurang; pengendalian organisme pengganggu tanaman akan
berdasarkan PHT.
5.
Konsolodasi
lahan-lahan pertanian akan terjadi, sehingga pengelolaan sistem produksi akan
lebih mudah.
6.
Tenaga
kerja di pertanian berkurang karena urbanisasi dan menjadi pekerja pada sektor
industri, sehingga:
a.
Terjadi
peningkatan mekanisasi pertanian,
b.
Input
energi biologi (tenaga ternak atau tenaga manusia) akan banyak diganti energi
mekanik berbasis biologi, seperti biodisel maupun bioetanol,
c.
Daya
tawar petani dan buruh tani lebih tinggi, sehingg kesejahteraannya meningkat.
7.
Produktivitas
pertanian akan meningkat lagi setelah leveling off yang terjadi bisa
diatasi. Produksinya juga lebih bermutu, lebih bergizi, lebih aman karena
sistem pertanian dikelola dengan lebih baik.
8.
Petani
akan mempunyai catatan pertanian, sehingga tuntutan terhadap traceability dapat
dipenuhi.
Pertanian Konservasi juga akan meluas. Ada
kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai tuntutan terhadap pangan yang bebas
pestisida dan bebas dari pupuk kimia, serta kelompok yang ingin agar pertanian
tidak mencemari lingkungan. Dua kelompok masyarakat ini akan semakin besar di
dunia, demikian pula di Indonesia. Produktivitas sistem ini pada umumnya
rendah, lebih-lebih pada beberapa tahun kemudian; mutu fisik/visual produk juga
rendah, tetapi keamanannya tinggi dan dipercaya oleh sebagian konsumen nilai zat
berkhasiatnya yang terkadung di dalamnya tinggi. Namun, karena adanya
permintaan yang semakin besar dari kelompok-kelompok ini akan mendorong semakin
luasnya pertanian konservasi. Pada pertanian konservasi, prinsip utamanya
adalah pertanian yang mengandalkan dan berusaha mempertahankan kelestarian
alam. Dengan pertanian konservasi diusahakan agar tidak terlalu banyak
gangguanan ekosistem dalam alam pertanian. Pertanian ini lebih mengandalkan
mekanisme ekobiologi dari alam sehingga input yang diberikan pada sistem
pertanian ini diusahakan serendah mungkin. Kalaupun intu diberikan, maka input
tersebut berupa bahan-bahan organik alamiah yang bukan hasil budaya. Studi
ekofisiologi akan memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan
kelestarian sistem ini.
Pertanian Teknologi Tinggi juga akan
meningkat pada masa depan. Pertanian ini akan sngat produktif, produknya
bermutu tinggi, aman, kandungan gizi dan zat berkhasiat yang ada di dalamnya
bisa diatur sesuai kebutuhan. Karena itu, pertanian ini memerlukan input
tinggi, baik berupa teknologi, bahan-bahan kimia maupun energi. Pertanian ini
bisa mengatasi kendala dan hambatan alam, bisa sangat efisien tepai bisa juga
tidak efisien. Pertanian ini juga mungkin tidak menyebabkan degradasi lahan
pertanian, maupun alam sekitar karena tidak mengandalkan alam dalam produksi.
Pertanian ini lebih mengandalkan teknologi dan input dari hasil budaya.
Pertanian ini hanya akan melibatkan pemodal besar, bukan petani.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pertanian Konvensional
Keadaan atau gambaran umum dari semua pertanian modern adalah titik
beratnya pada salah satu jenis tanaman tertentu, menggunakan intensifikasi
modal dan pada umumnya berproduksi dengan teknologi yang hemat tenaga kerja
serta memperhatikan skala ekonomis yang efisien (economies of scale) yaitu
dengan cara meminimumkan biaya untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Untuk
mencapai semua tujuan, pertanian modern praktis tidak berbeda dalam konsep atau
operasinya dengan perusahaan industri yang besar. Sistem pertanian modern yang
demikian itu sekarang ini dikenal dengan agri-bisnis.
Intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan
penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut
sebagai pertanian modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan
bibit unggul, aplikasi pupuk buatan, pestisida, penerapan mekanisasi pertanian
dan pemanfaatan air irigasi. Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumberdaya alam
yang tak terbaharui dalamjumlah besar seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan
lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula. Sistem pertanian seperti ini
telah berkembang sedemikian rupa di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia
dan dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka peningkatan produksi berbagai
komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia. Hasil kemajuan teknologi
melalui pertanian modern begitu spektakuler dan mengesankan, sehingga fenomena
tersebut dipandang sebagai “Revolusi Hijau” (Peter Tandisau dan Herniwatiigasi,
2009).
B. Pertanian Konvensional
berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian modern (spesialisasi), pengadaan pangan untuk kebutuhan
sendiri dan jumlah surplus yang bisa dijual, bukan lagi merupakan tujuan pokok.
Keuntungan (profit) komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil
maksimum per hektar dari hasil upaya manusia (irigasi, pupuk, pertisida, bibit
unggul, dan lain-lain) dan sumber daya alam merupakan tujuan kegiatan
pertanian. Pada sistem pertanian konvensional terdapat beberapa evaluasi
terhadap aspek ekonomi.
Pertanian konvensional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
1. Penurunan lapangan
kerja dan peningkatan pengangguran
Dalam sistem pertanian
konvensional digunakan teknologi dan bahan-bahan yang berkualitas tinggi.
Dengan digunakannya teknologi, kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh
petani digantikan oleh mesin yang berteknologi tinggi. Sehingga para petani
lambat laun mulai banyak yang kehilangan pekerjaan. Banyaknya petani yang tidak
bekerja dapat meningkatkan angka pengangguran. Lapangan pekerjaan untuk
petanipun berkurang karena semua kegiatan bertani dapat dilakukan oleh mesin.
2. Peningkatan kemiskinan
dan malnutrisi di pedesaan
Petani yang
pekerjaannya telah digantikan oleh mesin akan menjadi pengangguran dan tidak
memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hiidup keluarganya. Karena itu,
kemiskinan semakin menigkat dan banyak anak-anak yang mengalami malnutrisi
karena kekurangan makan. Hal tersebut terjadi kebanyakan di daerah pedesaan,
karena kebanyakan petani pedesaan adalah petani dengan modal kecil.
3. Pengeluaran lebih
banyak
Dengan penggunaan
teknologi, sudah pasti biaya produksi akan lebih tinggi karena mesin-mesin
harus dibeli dengan biaya yang tinggi. selain itu pengadaan benih berkualitas
tinggi juga sangat mahal. pemberian pupuk dan pemberantasan hama menggunakan
zat kimia juga akan menambah biaya produksi.
4. Mendapatkan
penghasilan lebih banyak atau untung
Hasil produksi dari
sistem pertanian konvensional lebih banyak daripada pertanian organik. Dengan
hasil yang banyak tersebut petani konvensional akan mendapat untug yang banyak
dari hasil penjualan produk pertaniannya.
5. Hanya bisa dilakukan
petani dengan modal besar
Sebagian besar yang
melakukan sistem pertanian konvensional adalah petani dengan modal besar karena
biaya produksi yang digunakan untuk membeli mesin, bahan tanam yang berkualitas
tinggi, serta pestisida maupun pupuk kimia memerlukan biaya yang cukup besar.
6. Berorientasi pada
pasar eksport dan lokal
Pada sistem pertanian
konvensional, produk hasil diorientasikan pada pasar lokal dan ekspor. Hasil
yang banyak selain dapat memenuhi kebutuhan lokal juga dapat dijual di pasaran
ekspor. Para petani banyak yang menjual hasil pertaniannya di pasar ekspor karena
harga jualnya tinggi.
7. Mempunyai resiko
produksi yang tinggi
Sistem pertanian
konvensional mempunyai resiko produksi yang tinggi karena biaya yang
dikeluarkan untuk produksi sangat besar. Apabila pada proses produksi terjadi
kegagalan misalnya seperti kerusakan mesin ataupun gagal panen tentunya resiko
biaya produksi tidak kembali sangat besar. Dan petani akan mengalami kerugian.
C.
Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar
Ekologi
Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu meningkatkan
produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian efisiensi
produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping
yang merugikan. Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan
menginternalisasikan biaya lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu
usaha dan program pembangunan pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan
negara adalah kerugian besar. Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah
saat ini sebenarnya tidak realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang
dimasukkan sepenuhnya dalam perhitungan neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi
nasional (Pracaya, 2007).
Penelitian pertanian secara konvensional dengan biasnya pada lahan-lahan
yang berpotensi tinggi, tanaman ekspor dan petani yang lebih mampu, telah
memberikan hasil yang tidak terjangkau oleh sebagian besar petani. Hal ini
antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Peningkatan erosi
permukaan, banjir dan tanah longsor
2. Penurunan kesuburan
tanah dan kehilangan bahan organik tanah
Pada sistem pertanian konvensional,
lahan yang digunakan dapat mengalami penurunan kesuburan tanah dan kehilangan
bahan organik. Hal tersebut terjadi karena seringnya penggunaan pupuk kimia
ataupun bahan-bahan kimia lain seperti pestisida yang lama-kelamaan akan
merusak kesuburan tanah dan mematikan organisme-organisme yang hidup di dalam
tanah.
1. Salinasi air tanah dan
irigasi serta sedimentasi tanah
2. Peningkatan pencemaran
air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, limbah domestik
Pertanian konvensional adalah pertanian
dengan menggunakan bahan-bahan kimia maupun alat-alat modern. Karena hal
tersebut jika pertanian konvensional dilakukan secara terus menerus akan
menyebabkan peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida,
dan limbah domestik. Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di
lingkungan dan makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar.
Penggunaan bahan-bahan kimia pada pupuk
maupun pestisida pada sistem pertanian konvensional menyebabkan pencemaran
lingkungan. Produk-produk yang dihasilkan kurang terjamin kebersihannya dan
kelayakannya untuk dikonsumsi karena sudah terkena zat kimia. Oleh karena itu,
masyarakat mulai berpikir ulang untuk mengkonsumsi produk yang tercemar oleh
zat kimia.
1. Pemerosotan keanekaragaman
hayati pertanian
2. Kontribusi dalam
proses pemanasan global
Sebagian besar
pertanian konvensional selalu menggunakan teknologi tinggi yang tidak ramah
lingkungan. Akibatnya banyak terjadi pencemaran air dan pencemaran udara. Hal
tersebut akan berkontribusi dalam proses pemanasan global.
3. Merintangi studi dan
peningkatan interaksi positif antarberagam tanaman, hewan, dan manusia
4. Eksploitasi unsur hara
Integrasi usaha tani
ke dalam pasar nasional maupun internasional menimbulkan suatu penghabisan
unsur hara netto jika unsur hara yang diambil tidak dapat dikembalikan lagi.
Sangat sedikit teknologi yang dikembangkan untuk mengembalikan unsur hara dari
daerah/lokasi konsumen ke daerah produsen.
D.
Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Sosial
1. Hilangnya kearifan
tradisional dan budaya tanaman lokal
Masyarakat Indonesia
umumnya bertani dengan memperhatikan keadaan sosial disekitarnya. Apabila
menggunakan sistem pertanian konvensional, tidak ada lagi kearifan tradisional
dan kebanyakan tanaman yang ditanaman adalah tanaman yang sedang naik daun atau
tanaman yang dibutuhkan sangat banyak dan berdaya jual tinggi. Sehingga
tanaman-tanaman lokal tidak dapat bersaing karena sedikit sekali petani yang
menanamnya.
2. Peningkatan
kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di pedesaan
Jika di suatu desa
digunakan sistem pertanian konvensional dapat terjadi peningkatan kesenjangan
sosial di antara para peani. Hal itu disebabkan karena hanya petani yang
bermodal besar yang dapat menjalankan sistem ini sedangkan petani dengan modal
kecil tidak akan mampu membeli mesin dan bahan tanam seperti petani
konvensional. Oleh karena itu pertanian konvensional akan dapat meningkatkan
kesenjangan sosial terutama di daerah pedesaan.
3. Ketergantungan petani
pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia
Karena dibutuhkan
modal yang sangat besar, para petani konvensional membutuhkan bantuan dari
pemerintah dalam hal modal dan informasi-informasi terbaru tentang pertanian.
Petani juga akan mengalami ketergantungan dengan perusahaan/industri agrokimia,
karena kebanyakan mereka menggunakan bahan-bahan kimia.
4. Rasa
kekeluargaan dan kekompakan antar petani berkurang
Pertanian
konvensional lebih menggunakan mesin daripada tenaga manusia atau petani. Hal
tersebut dapat menyebabkan berkurangnya rasa kekeluargaan dan kekeompakan antar
petani. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena petani bisa-bisa bersaing
secara tidak sehat.
5. Pengabaian
pengetahuan lokal petani
Pendekatan
konvensional dari atas ke bawah pada pengembangan teknologi dalam lembaga penelitian
pertanian hanya memberikan sedikit kesempatan pada ilmuwan untuk lebih mengenal
kondisi. Situasi ini tidak dibenahi oleh sikap umum dari para penyuluh dan
peneliti yang telah mendapatkan ilmu di universitas maupun sekolah, bahwa
sistem pendidikan formal merupakan sumber utama inovasi dan bahwa informasi
hanya bisa datang dari atas.
6. Penekanan
pada penelitian
Kondisi
produksi lembaga penelitian dan tempa percobaan tidak mencerminan kondisi
petani dan tidak mungkin mewakili kondisi pertanian tadah hujan yang sangat
beragam. Akibatnya, teknologi yang di uji di tempat [percobaan seringkali tidak
bisa diterapkan dengan kondisi petani, sementara kualitas varietas lokal yang
baik, yang disesuiakan dengan kondisi lokal, tidak diakui dalam tempat percobaan
(Biggs, 1984).
E.
Kebijakan Ketahanan Pangan dengan Pertanian
Konvensional
Akar permasalahan yang membawa petani pada kondisi ketergantungan adalah
kebijakan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan atau dulu dinamakan program Swa
Sembada Beras atau Swa Sembada Pangan. Program ini bertujuan memenuhi kebutuhan
pangan seluruh penduduk yang setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju
peningkatan populasi penduduk yang masih secara eksponensial. Keinginan agar bangsa ini dapat berswa
sembada beras sudah menjadi program utama Pemerintah Indonesia sejak
Kabinet Indonesia yang pertama.
Sejak tahun
1970an Pemerintah Presiden Suharto telah menetapkan kebijakan bahwa untuk
meningkatkan produksi padi secara cepat hanya dapat dicapai bila para
petani padi dapat menerapkan teknologi pertanian modern yang kemudian dikenal
sebagai teknologi "revolusi hijau". Teknologi revolusi hijau
merupakan teknologi budidaya tanaman padi yang pada waktu itu dimasyarakatkan
oleh Pemerintah dengan istilah Panca Usaha Tani (pengolahan tanah, pemupukan dengan pupuk buatan, perbaikan jaringan
pengairan, penanaman benih unggul, serta pengendalianhama dan penyakit
dengan pestisida). Kebijakan tersebut pada prinsipnya tetap diikuti oleh
Pemerintah periode-periode berikutnya. Setiap tahun Pemerintah selalu
menetapkan target produksi padi yang dihasilkan oleh para petani padi.
Keberhasilan suatu Kabinet atau Menteri Pertanian dalam mencapai target
produksi selalu digunakan sebagai salah satu kriteria keberhasilan Pemerintah
dalam melaksanakan program kerjanya. Oleh karena itu Pemerintah selalu berusaha
membuat banyak kebijakan, program proyek, dan bantuan yang ditujukan pada
petani agar mereka dapat meningkatkan produksi sawahnya.
Penerapan teknologi pertanian konvesional dalam program nasional Ketahanan
Pangan di Indonesia oleh Pemerintah dibebankan pada puluhan juta petani padi.
Pemerintah menyediakan berbagai bentuk fasilitas yang dharapkan dapat digunakan
petani sebaik mungkin untuk meningkatkan produksi sawahnya. Fasilitas-fasilitas
tersebut antara lain dalam bentuk penyediaan benih, pupuk kimia, pestisida,
sistem jaringan irigasi dan kredit. Program peningkatan produksi pertanian dari
Pemerintah yang didukung oleh dunia industri dan para peneliti/pakar/akademisi
semakin memojokkan petani (khususnya petani gurem) dalam posisi yang tidak
berdaya dalam menentukan masa depannya.
Pertanian dengan teknologi revolusi hijau sering disebut sebagai pertanian
konvensional, pertanian modern, pertanian industri atau pertanian boros energi.
Disebut sebagai pertanian konvensional karena teknologi tersebut sangat umum
digunakan di seluruh dunia dan pada kebanyakan komoditi pertanian penting.
Pertanian konvensional dinamakan pertanian modern karena pertanian ini
memanfaatkan berbagai masukan produksi berupa hasil teknologi modern seperti
varietas unggul, pupuk buatan dan pestisida kimia. Hampir semua masukan
produksi modern berasal dari luar ekosistem dan bahan bakunya berasal dari
bahan bakar fossil sebagai sumberdaya alam tak terbarukan Karena itu sistem pertanian
modern sering juga dinamakan sebagai pertanian boros energi. Pertanian
konvensional juga dikenal sebagai pertanian industri karena kegiatan produksi
pertanian dianggap sebagai kegiatan pabrik yang memproses masukan produksi
seperti benih, pupuk, dan yang lain menjadi keluaran yang berupa pangan dan
hasil pertanian lainnya serta keuntungan usaha tani. Gliessmann (2007)
menyatakan bahwa pendekatan dan praktek pertanian konvensional terutama untuk
peningkatan produksi pangan telah diikuti banyak negara baik negara maju maupun
negara sedang berkembang. Menurut Gliessmann, teknologi pertanian konvnsional
tersebut bertumpu pada tehnik-tehnik budidaya sebagai berikut:
1. Pengolahan
Tanah Intensif,
2. Budidaya
Monokultur,
3. Aplikasi
Berbagai Pupuk Sintetik,
4. Perluasan
dan intensifikasi jaringan irigasi,
5. Pengendalian
hama, penyakit, gulma dengan pestisida kimia,
6. Manipulasi
Genom Tanaman dan Binatang yang menghasilkan varietas-varietas unggul tanaman
melalui teknologi pemuliaan tanaman serta rekayasa genetik.
Agar pertanian konvensional berhasil meningkatkan produksi sesuai target
jangka pendek diperlukan:
a. Inovasi teknologi yang
cepat,
b. Modal besar agar
produsen dapat menerapkan teknologi produksi dan
pengelolaannya,
c. Pertanian skala besar,
d. Penanaman varietas
unggul secara seragam dalam areal luas dan terus menerus sepanjang musim,
e. Penggunaan pupuk dan
pestisida kimia secara intensif dan ekstensif,
f.
Efisiensi penggunaan tenaga kerja tinggi sehingga mengarah pada penggunaan
alat dan mesin pertanian,
g. penerapan prinsip-prinsip
agrobisnis.
F.
Dampak Pertanian Konvensional
Dari pengalaman selama berpuluh tahun di semua negara, penerapan pertanian
konvensional tidak membawa keadaan yang lebih baik tetapi justru menimbulkan
masalah-masalah baru. Penerapan teknologi pertanian konvensional secara luas
dan seragam mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan, kondisi sosial
ekonomi dan kesehatan masyarakat. Menurut Gliessmann (2007) dampak samping
pertanian konvensional meliputi:
1. Degradasi
dan Penurunan Kesuburan Tanah.
2. Penggunaan
Air Berkelebihan dan Kerusakan Sistem Hidrologi.
3. Pencemaran
Lingkungan berupa kandungan bahan berbahaya di lingkungan dan makanan.
4. Ketergantungan
petani pada Input-input Eksternal.
5. Kehilangan
Diversitas Genetik seperti berbagai jenis tanaman dan varietas tanaman pangan
lokal/tradisional.
6. Peningkatan
kesenjangan Global antara negara-negara industri dan negara-negara berkembang.
7. Kehilangan
Pengendalian Komunitas Lokal terhadap Produksi Pertanian
Pertanian Konvensional mengakibatkan
kerusakan lingkungan serta semakin menghabiskan energi dari sumberdaya alam
tidak terbarukan. Harga energi semakin lama semakin meningkat karena persediaan
bahan bakar fosil semakin habis. Dilihat dari sisi ekonomi, keuntungan yang
diperoleh dari pertanian konvensional semakin menurun. Fenomena pertanian
konvensional dengan segala dampak sampingnya tersebut tidak hanya terjadi di
luar negeri tetapi sudah dan sedang terjadi diIndonesia, termasuk dalam
pelaksanaan program ketahanan pangan. Kondisi lingkungan dan ekonomi di
ekosistem persawahan kita sudah sedemikian kritis sehingga sulit untuk
melaksanakan kegiatan intensifikasi pertanian secara efektif dan efisien.
Berbagai bentuk pemborosan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya sedang terjadi
di lahan-lahan sawah dan pedesaan saat ini. Kita akan mewarisi generasi
mendatang dengan kerusakan dan biaya lingkungan yang sangat mahal yang sulit
untuk dikembalikan lagi.
Dengan kesadaran manusia akan lingkungan
dan masa depan bumi, praktek Pertanian Konvensional secara bertahap harus
diubah dan dikonversikan menjadi Pertanian Berkelanjutan yang bertumpu pada
kemampuan, kemandirian dan kreativitas petani dalam mengelola sumberdaya lokal
yang mereka miliki. Dukungan politik Pemerintah terhadap konversi pertanian
konvensional ke pertanian berkelanjutan harus jelas, tegas dan konsisten agar
ekosistem pertanian di Indonesia dapat segera diselamatkan dan
dihindarkan dari kerusakan yang lebih parah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pertanian konvensional
adalah pertanian modern yang saat ini banyak di kembangkan di seluruh
dunia pertanian ini lebih berorientasi pada industry, pengolahan, bibit
hybrida, pupuk kimia dosisi tinggi, penggunaan herbisida dan insektisida.
2. Program Ketahanan Pangan
untuk mencapai sasaran produksi pangan jangka pendek semakin memojokkan petani
pada posisi lemah, terpinggirkan serta tidak berdaya.
3. Petani tidak mampu
secara mandiri mengambil keputusan mengenai pengelolaan lahan sawahnya yang
sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
4. Penerapan teknologi
pertanian konvensional termasuk untuk peningkatan produksi pangan mengakibatkan
dampak samping negatif bagi lingkungan, sosial budaya serta secara ekonomi
semakin tidak efektif dan efisien.
5. Pelatihan SLPHT mampu
mengubah petani alumni SLPHT dari budaya pasif tidak berdaya menjadi budaya aktif,
kreatif, inovatif dan berwawasan ilmiah.
6. Konsep Sains Petani
perlu ditanggapi secara positif dan kreatif oleh para peneliti, yaitu dengan
menerapkan kemitraan kerja sejajar dengan para petani.
B.
Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna
penyempurnaan makalah ini dan kedepannya. Semoga dengan adanya makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak, terutama penulis sendiri. Kepada semua teman-teman
yang berpasitifasi dalam penyusunan makalah ini tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://agroland.wordpress.com/pertanian-masa-depan/
Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada layanan pendanaan lemeridian dan membuat orang tahu betapa bersyukurnya saya atas semua bantuan yang telah Anda dan staf tim Anda berikan dan saya berharap untuk merekomendasikan teman dan keluarga jika mereka membutuhkan saran atau bantuan keuangan @ 1,9% Tarif untuk Pinjaman Bisnis. Hubungi Via:. lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. WhatsApp ... + 19893943740. Terus bekerja dengan baik.
BalasHapusTerima kasih, Busarakham.